Ronggeng dan Tempe Bongkrek

1 day ago 14

Image Moh. Khamidan Akhdan

Sastra | 2025-05-30 14:54:30

tampak depan novel RDP

Dalam khazanah sastra Indonesia, Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari menjadi salah satu novel yang tak hanya menggoda lewat kekuatan naratif, tetapi juga menggugah lewat penggambaran budaya lokal dan tragedi sosial. Salah satu unsur yang mencolok dalam novel ini adalah dua ikon Dukuh Paruk: ronggeng dan tempe bongkrek. Keduanya tak hanya hadir sebagai elemen budaya, tetapi juga simbol yang menggambarkan kondisi sosial dan krisis identitas masyarakat desa terpencil ini.

Ronggeng sebagai Simbol Kehidupan dan Kutukan

Ronggeng adalah sosok sentral dalam novel ini. Lewat tokoh Srintil, Ahmad Tohari menggambarkan bagaimana ronggeng menjadi lambang kebanggaan bagi Dukuh Paruk sekaligus lambang keburukan yang mencerminkan masyarakatnya. Perempuan penari ini dianggap sebagai penghubung spiritual antara masyarakat dan leluhur, serta simbol kemakmuran. Namun, statusnya juga membuat Srintil mengalami objektivikasi; tubuh dan kebebasannya dikorbankan demi kepercayaan yang tak ubahnya hanya mitos belaka. Hal tersebut juga menjadi pengejawantahan mengapa perempuan ronggeng tersebut dinamakan Srintil; dinilai menjijikkan, namun dapat menyuburkan tanah.

Dalam praktiknya, ronggeng dikaitkan dengan kesenian, kesuburan, dan pelampiasan hasrat. Namun, Ahmad Tohari dengan cermat menunjukkan bagaimana ronggeng juga menjelma menjadi alat legitimasi patriarki dan keterkungkungan. Srintil tidak benar-benar memiliki kuasa atas takdirnya. Ia hanya menjalani peran yang diwariskan secara turun-temurun, meski jiwanya memberontak

"Dulu ketika sampean menjalani malam bukak klambu, sampean terkena rudapaksa. Kini tiba saat bagi sampean membuat perhitungan terhadap kaum lekaki"

Dalam kutipan yang diucapkan oleh nyai kartareja tersebut menunjukkan betapa sadarnya ia mengenai konflik batin yang dirasakan oleh Srintil meskipun konteksnya hanya bercanda.

Tempe Bongkrek: Tradisi yang Membunuh

Berbeda dari ronggeng yang penuh pesona, tempe bongkrek hadir sebagai simbol tragedi. Makanan rakyat ini dibuat dari kedelai dan ampas kelapa yang difermentasi, sering kali dikonsumsi karena murah dan mudah dibuat. Namun dalam novel, tempe bongkrek menjadi penyebab kematian massal dan membawa Dukuh Paruk dalam duka dan keterasingan.

Tragedi tempe bongkrek tak hanya menggambarkan kelalaian atau kemiskinan informasi masyarakat, tetapi juga menjadi metafora dari sistem sosial yang rapuh. Dukuh Paruk yang menggantungkan hidup pada tradisi, tanpa akses pada pengetahuan modern, menjadi rentan terhadap bencana. Dalam konteks ini, tempe bongkrek bukan sekadar makanan beracun, tetapi lambang dari tradisi yang tak lagi menyelamatkan, justru menghancurkan.

Kesenangan dan Kebodohan

Ronggeng dan tempe bongkrek, dalam narasi Ronggeng Dukuh Paruk, merepresentasikan dua sisi kehidupan masyarakat Dukuh Paruk di tengah kemiskinan struktural. Ronggeng menggambarkan bagaimana masyarakat Dukuh Paruk memperlakukan perempuan, sedangkan tempe bongkrek mengisyaratkan bagaimana kebodohan yang tampak sederhana bisa membawa konsekuensi besar. Ahmad Tohari menuliskan keduanya dengan empati dan kedalaman, memperlihatkan bagaimana sistem sosial dan budaya bisa menjadi jebakan, terutama bagi perempuan.

Melalui simbol ronggeng dan tempe bongkrek, Ahmad Tohari mengajak pembaca untuk merenung: sampai kapan tradisi dipertahankan jika ia justru mengorbankan masa depan dan kemanusiaan?

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |