Satu Tahun Prabowo–Gibran, PP ISNU: Waktunya Tapaki Babak Baru Revolusi Pengetahuan

5 hours ago 5

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menjadi titik ukur penting bagi arah perjalanan bangsa menuju Indonesia Emas 2045. Dalam pandangan Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU), tahun pertama bukan semata periode capaian administratif, tetapi barometer ideologis tentang ke mana arah pengetahuan, moralitas, dan orientasi pembangunan bangsa hendak dibawa.

Indonesia memang telah melangkah dengan sejumlah program besar: penguatan ketahanan pangan, pemerataan sosial melalui Makan Bergizi Gratis (MBG), dan keberlanjutan pembangunan infrastruktur. "Namun di tengah semua geliat pembangunan fisik itu, arus besar pengetahuan dan riset nasional masih berjalan di pinggiran, belum menjadi motor utama pengambilan keputusan dan transformasi sosial," kata Wakil Ketua  PP ISNU, Dr Muhammad Munir, dalam siaran pers, Senin (20/10/2025).

Bangsa yang besar, kata Munir, bukan hanya ditandai oleh jalan tol, gedung tinggi, atau angka PDB yang meningkat tetapi oleh kekuatan berpikir, riset yang berdaulat, dan kebudayaan ilmu yang memerdekakan. "Di sinilah ISNU menilai, sudah waktunya Indonesia menapaki babak baru yakni revolusi pengetahuan," kata Munir.

Satu tahun terakhir menunjukkan capaian signifikan di sektor ekonomi dan pertahanan. Namun, pembangunan berbasis pengetahuan belum menjadi kerangka utama kebijakan publik. "Kebijakan masih cenderung output-oriented, bukan knowledge-driven. Akibatnya, kebijakan sering bersifat reaktif dan populis, tidak ditopang oleh data dan riset yang kuat," katanya.

ISNU menegaskan, pembangunan tanpa basis pengetahuan hanya menghasilkan kemajuan semu. Riset ilmiah, inovasi teknologi, dan literasi digital masyarakat harus menjadi inti dari transformasi nasional. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan:

  1. Setiap kebijakan publik harus berbasis data (evidence-based policy), bukan sekadar intuisi politik.
  2. Konektivitas pengetahuan antar lembaga negara, kampus, dan ormas intelektual dibangun melalui sistem pengetahuan nasional (national knowledge system)
  3. Kemandirian riset dan inovasi lokal diperkuat agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar teknologi asing, tetapi juga produsen pengetahuan.
  4. Pendidikan tinggi dan vokasi harus diarahkan untuk melahirkan problem solver bangsa, bukan hanya pencari kerja. 

"Dalam hal ini, ISNU mengapresiasi langkah awal pemerintah yang menaruh perhatian pada pendidikan dan kedaulatan pangan, tetapi mengingatkan bahwa sumber daya manusia unggul tidak lahir dari subsidi semata, melainkan dari sistem pengetahuan yang berkeadilan dan terbuka," katanya.

Ia menegaskan, konsep revolusi pengetahuan yang diserukan ISNU bukan slogan kosong. Ia adalah gerakan kebangsaan baru yang menempatkan ilmu, akhlak, dan amal dalam satu garis perjuangan.

Jika revolusi industri menekankan mesin, dan revolusi digital menekankan algoritma, maka revolusi pengetahuan menekankan kebijaksanaan (wisdom).

“Bangsa yang cerdas tidak hanya pandai membuat teknologi, tetapi juga tahu bagaimana menjadikannya beradab,” ujar Munir.

Revolusi pengetahuan berarti menggeser paradigma pembangunan dari sekadar “membangun yang tampak” menjadi "membangun yang berpikir.".

ISNU menilai, Indonesia perlu segera: 

1. Membangun pusat data kebijakan nasional yang terintegrasi lintas kementerian.

Menguatkan ekosistem riset open-source untuk keamanan siber, ketahanan pangan, energi, dan lingkungan.

2. Memberdayakan sarjana di daerah sebagai simpul-simpul produksi pengetahuan lokal.

3. Mengembangkan AI etis dan teknologi berbasis nilai keislaman-humanistik, agar kemajuan digital tetap sejalan dengan moral dan kemaslahatan.

“Revolusi pengetahuan menuntut keberanian untuk menata ulang cara kita berpikir tentang pembangunan. Bukan lagi sekadar berapa banyak uang dibelanjakan, tetapi seberapa besar pengetahuan yang dihasilkan. Pemerintah harus berani menjadikan data, riset, dan inovasi sebagai sumber daya strategis bangsa, bukan pelengkap administratif,” ujar Bendahara Umum PP ISNU, Mubasyier Fatah.

“ISNU sendiri tengah mengembangkan ekosistem digital governance, agar kemandirian digital Indonesia tidak hanya menjadi jargon, tetapi gerakan nyata berbasis ilmu dan integritas," ujarnya.

Dalam konteks global, dunia kini menghadapi krisis makna. Teknologi berkembang lebih cepat daripada etika.

ISNU menilai tantangan terbesar Indonesia ke depan bukan hanya ekonomi atau geopolitik, melainkan krisis moralitas digital dan pengetahuan dangkal yang instan.

Oleh karena itu, ISNU mengajak seluruh komponen bangsa untuk mengembalikan ilmu ke posisinya yang sakral — sebagai cahaya, bukan alat kekuasaan.

Pemerintah juga perlu menaruh perhatian lebih besar pada data sovereignty (kedaulatan data), cyber resilience, dan digital literacy nasional. Tanpa literasi dan etika digital, bonus demografi justru dapat berubah menjadi beban sosial.

Sebagai organisasi intelektual di bawah naungan Nahdlatul Ulama, ISNU siap berdiri di garda depan membangun sistem pengetahuan nasional yang berlandaskan keilmuan (scientific integrity), kebangsaan (national solidarity), kemanusiaan (human dignity), dan keislaman (spiritual wisdom)

PP ISNU percaya bahwa masa depan Indonesia ditentukan oleh kolaborasi antara ilmu, moralitas, dan kebijakan.

Pemerintah harus membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi cendekiawan, kampus, dan ormas untuk ikut merancang kebijakan publik. ISNU, dengan jaringan akademisi lintas kampus dan bidang keilmuan, siap menjadi mitra strategis dalam:

penguatan digital governance dan data ethics nasional, pengembangan riset kebijakan sosial keagamaan, dan edukasi publik melalui gerakan literasi dan inklusi digital di akar rumput.

“Revolusi pengetahuan bukan sekadar tentang kecanggihan, tetapi tentang keberpihakan: kepada rakyat, kepada kemanusiaan, dan kepada masa depan," kata Sekretaris Umum PP ISNU, Wardi Taufik.

Satu tahun pemerintahan adalah waktu yang singkat untuk menilai hasil, namun cukup untuk menilai arah. ISNU berharap, arah pembangunan nasional ke depan tidak lagi terjebak dalam angka pertumbuhan, tetapi berpijak pada nilai pengetahuan, kebijaksanaan, dan keadilan sosial.

ISNU menyerukan agar pemerintah menempatkan ilmu sebagai jantung pembangunan, dan moral sebagai nadinya. Hanya dengan itu, cita-cita Indonesia Emas 2045 akan menjadi kenyataan — bukan sekadar slogan.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |