Teradu Persoalkan Sumber Video Bukti Dugaan Kecurangan KPU

1 year ago 63

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memertanyakan sumber alat bukti rekaman audio dan video yang dihadirkan pengadu dalam persidangan dugaan pelanggaran kode etik 10 penyelenggara pemilu terkait dugaan kecurangan KPU. Namun, pengadu lewat kuasa hukumnya enggan mengungkapkan karena alasan keamanan.

Dalam persidangan dengan agenda pembuktian yang digelar di Kantor DKPP, Jakarta, pada Selasa (14/2/2023) itu, pengadu lewat tim kuasa hukumnya menampilkan dua alat bukti berupa rekaman audio dan video. Keduanya disebut sebagai bukti dugaan kecurangan KPU Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, untuk meloloskan empat partai politik sebagai peserta Pemilu 2024.

Setelah bukti rekaman audio diputar, pihak teradu menyebut percakapan dalam rekaman itu terjadi dalam sebuah rapat koordinasi tertutup KPU Sulawesi Utara. Rapat tersebut tidak direkam secara resmi.

Ketua Majelis Hakim Heddy Lugito lantas menanyakan kepada kuasa hukum pengadu sumber rekaman tersebut. Namun, kuasa hukum pengadu enggan mengungkapkan sumber rekaman tersebut.

"Informasi yang kami dapatkan ini tentu dari orang yang merasa resah dengan dugaan pelanggaran yang terjadi di tubuh penyelenggara pemilu. Akan berbahaya (bagi orang yang memberikan rekaman) kalau kami sebutkan kami dapat dari mana dalam proses persidangan secara terbuka ini," kata salah satu anggota tim kuasa hukum pengadu, Fadli Ramadhanil, Selasa (14/2/2023).

Merespons jawaban tersebut, salah satu anggota majelis, I Dewa Raka Sandi mencecar tim kuasa hukum pengadu. Raka menyatakan, alat bukti dalam persidangan harus didapatkan dengan cara yang tidak salah agar bernilai sebagai bukti.

"Saya ingin juga ada keadilan. Kalau misalnya para teradu diungkap ke publik, maka pengadu juga harus berani mengungkap dari mana dan dengan cara apa alat bukti itu didapatkan," kata Raka dalam sidang.

"Apakah nanti semua kegiatan lembaga penyelenggara pemilu bisa direkam dan diedarkan tanpa sepengetahuan dan seizin yang bersangkutan?" imbuhnya.

Raka mendesak tim kuasa hukum mengungkap sumbernya. Jika memang tim kuasa hukum khawatir dengan keselamatan sumbernya, maka majelis hakim bisa memertimbangkan untuk memberikan pengamanan lewat bantuan aparat negara.

Kendati begitu, tim kuasa hukum tetap enggan mengungkap sumbernya. Pada akhirnya, sidang pun digelar tertutup agar bukti rekaman video bisa tetap diputarkan.

Sebelum pemutaran alat bukti, sidang kedua DKPP ini juga mendengarkan keterangan pihak terkait, yakni Anggota KPU Provinsi Sulawesi Utara Yessy Momongan dan Anggota KPU Kabupaten Sangihe Sri Mulyani. Didengarkan pula keterangan saksi ahli dari pengadu, yakni eks Ketua Bawaslu RI Bambang Eka Cahya.

Pembuat aduan perkara ini adalah anggota KPU Kabupaten Kepulauan Sangihe, Jeck Stephen Seba. Sedangkan teradunya ada 10 orang, yakni Ketua KPU Sulut Meidy Yafeth Tinangon; Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Sulut, Salman Saelangi; dan Koordinator Divisi Perencanaan Data Informasi KPU Sulut, Lanny Anggriany Ointu.

Lalu Sekretaris KPU Sulut, Lucky Firnando Majanto; serta Kabag Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU Sulut, Carles Y Worotitjan. Selanjutnya Ketua KPU Kabupaten Kepulauan Sangihe, Elysee Philby Sinadia; anggota KPU Kepulauan Sangihe, Tomy Mamuaya; dan anggota KPU Kepulauan Sangihe, Iklam Patonaung.

Teradu lainnya adalah Kasubag Teknis KPU Kepulauan Sangihe, Jelly Kantu. Jelly juga merupakan admin aplikasi Sipol, sebuah sistem yang digunakan KPU dalam proses pendaftaran hingga verifikasi parpol. Teradu terakhir adalah Komisioner KPU RI Idham Holik.

Sembilan nama yang tersebut pertama diadukan karena diduga memanipulasi data berita acara hasil verifikasi partai politik dalam Sipol, dalam kurun waktu 7 November sampai 10 Desember 2022. Manipulasi data itu diduga dilakukan untuk mengubah status kelolosan Partai Gelora, Partai Garuda, PKN, dan Partai Buruh yang awalnya Tidak Memenuhi Syarat (TMS) menjadi Memenuhi Syarat (MS).

Adapun Komisioner KPU RI Idham Holik diadukan karena diduga mengancam anggota KPU daerah dengan kalimat, "perintah harus tegak lurus, tidak boleh dilanggar, dan bagi yang melanggar akan dimasukkan ke rumah sakit". Ancaman itu disampaikan di hadapan seluruh peserta Konsolidasi Nasional KPU se-Indonesia di Ancol, Jakarta Utara, pada awal Desember 2022.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |