Upaya Agritech Mendisrupsi Industri Pertanian, Berhasil?

13 hours ago 6

Oleh : Wawan Dinawan, Praktisi Agritech

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Awal 2025, dunia startup di Indonesia dikejutkan dengan hancurnya sebuah perusahaan rintisan berbasis perikanan terbesar di Indonesia, bahkan di dunia, efishery. Peristiwa ini menjadi pukulan telak terhadap dunia startup di Indonesia. Pasalnya, hancurnya perusahaan merupakan skandal terbesar yang pernah ada.

Beberapa tahun sebelumnya, peristiwa menggemparkan juga terjadi pada perusahaan rintisan berbasis pertanian yakni runtuhnya TaniHub; perusahaan yang menghubungkan antara petani dan pasar akhir, pembiayaan, sampai dengan logistik. Peer to Peer (P2P) yang khusus pada sektor pertanian, iGrow juga harus menutup bisnisnya.

Industri dan Cluster Pertanian

Pertanian adalah usaha tertua manusia. Setelah manusia hidup nomaden dengan berburu dan meramu, bertani atau berbudidaya menjadi kegiatan utama untuk memastikan keberlangsungan hidup. Pertanian ada sebelum uang. Komoditas pertanian adalah alat tukar. Sebuah komoditas ditukar dengan komoditas lain yang dianggap memiliki nilai setara. Sistem ini disebut dengan barter. Jika peradaban manusia modern ada sejak lima ribu tahun yang lalu, selama itu pula pertanian berkembang.

Pertanian pada era modern di Indonesia memiliki karakteristik yang berproses pada cluster yang berbasis pedesaan. Seluruh aktivitas pertanian hulu (budidaya) dan industri penyokongnya, berada pada ruang ini.

Sarana produksi pertanian (saprotan) seperti cangkul, pestisida, sampai dengan pupuk mudah ditemui di desa. Pembeli hasil panen juga tidak kalah banyaknya. Hasil panen dikirim ke pasar Induk atau langsung ke konsumen akhir hanya beberapa jam. Jaraknya juga tidak mungkin terlalu jauh. Hal ini didasari oleh karakteristik produk pertanian yang mudah rusak atau busuk. Kuncinya adalah komoditas sampai ke konsumen akhir, diawetkan, atau diproses secepat mungkin.

Pun dari supporting system seperti pembiayaan. Bank sudah memiliki kantor di desa-desa. Paling jauh, Kantor bank tersebut berada di kecamatan. Hal ini bertujuan untuk mendekatkan diri dengan konsumen, juga meminimalkan risiko.

Karakteristik industri pertanian yang saling terhubung dengan jaringan yang sangat dekat menyebabkan kegiatan ekonominya beririsan dengan kegiatan sosial. Para pemilik toko pertanian, pembeli, sampai pemilik modal merupakan tetangga para petani. Seluruh aktor ekonomi pertanian ini berinteraksi sosial dan ekonomi satu sama lain. Kondisi ini tidak hanya membuat para pelaku industri dekat secara jarak, tapi juga dekat secara emosional. Nilai-nilai yang sama pada masyarakat desa membuat para aktornya lebih dekat lagi.

Martin Reeves dan dua rekannya membagi industri dengan dua pendekatan yakni kemudahannya untuk diprediksi dan kemudahannya untuk dibentuk. Dari dua pendekatan tadi, terdapat empat bagian yakni, mudah diperdiksi dan sulit dibentuk, sulit diprediksi dan sulit dibentuk, mudah diprediksi dan mudah dibentuk, dan sulit diprediksi dan mudah dibentu.

Industri dengan tipikal sebagaimana disampaikan diatas, jelaslah bahwa industri pertanian sangat mudah diprediksi dan sangat sulit untuk diubah.

Sementara itu, teknologi seperti software dan internet software, berada pada sisi yang sangat berlawanan. Industrinya sangat sulit diprediksi dan mudah dibentuk. Facebook yang dikenal di Indonesia sekitar tahun 2007, telah tergantikan TikTok secara cepat. Google yang berkuasa sebagai mesin pencari, mulai tergantikan oleh ChatGPT yang dikembangkan oleh Open AI. Dengan kata lain, menggunakan strategi pada industri software pada industri pertanian tidak mungkin dilakukan.

Upaya Mendisrupsi Pertanian

AgriTech menghadirkan terobosan untuk mengembangkan industri pertanian, baik dari sisi hulu, pemasaran, sampai dengan pembiayaan. Namun demikian, upaya-upaya tersebut tidak bisa mendisrupsi Industri pertanian. Hal ini karena industrinya memang sangat sulit diubah dan dibentuk. AgriTech yang hadir untuk membantu memperkuat Industri itu sendiri dengan teknologi yang ada.

Dalam sektor pembiayaan, AgriTech memiliki visi yang sangat mulia yakni memberikan petani akses terhadap permodalan atau pembiayaan yang selama ini sulit. Memprediksi tidak langgengnya AgriTech yang berbasis Fintec ini relatif mudah. Antara tahun 2008-2010, diskusi mengenai bank pertanian, asuransi pertanian, dan aneka pembiayaan pertanian bagi petani bergulir dalam ruang kelas. Sampai hari ini, wacana tetap bergulir tetapi bank dan asuransi pertanian tak kunjung terlihat.

Setidaknya ada dua faktor penting yang menyebabkan tidak mudahnya membangun financial services pada untuk petani. Pertama, sebagian besar petani adalah petani gurem dimana skala ekonominya tidak cukup kuat untuk dibiayai dengan imbal hasil yang sepadan. Kedua adalah moral hazard dimana pembiayaan tidak digunakan sebagaimana mestinya yang berakibat pada NPL. Kedua faktor inilah yang membuat petani tidak bankable.

Pada sisi pemasaran, sebagian orang menganggap tengkulak sebagai biang keladi miskinnya petani. Oleh karena itu, sebagian perusahaan rintisan pertanian sangat fokus untuk mempersingkat rantai tataniaga pertanian. AgriTech ini ingin mengambil alih dan berperan tengkulak; tengkulak berteknologi. Rantai tataniaga yang panjang dianggap sebagai inefisiensi. Padahal tidak selalu demikian. Bisa jadi, panjanganya rantai memang diperlukan karena struktur pasarnya menghendaki demikian. Artinya, model bisnis untuk memotong rantai tataniaga tidak berlaku pada semua kondisi.

Startup dengan model ini pada akhirnya memang menyasar pada segmen tertentu yakni pembeli yang tidak “mendang-mending”. Pasar tradisional—termasuk supermarket—tetap menjadi pasar utama yang diakses oleh sebagian besar konsumen.

Teknologi untuk petani juga masih mahal. IoT memang dapat membantu petani mengelola pertanian dengan lebih presisi, namun biayanya masih sangat mahal untuk diimplementasikan pada sektor pertanian dengan skala ekonomi kecil.

Dalam jangka panjang, saat biaya teknologi sudah turun signifikan, maka teknologi bisa diadopsi secara massal. Akhirnya, kita memang masih harus terus mengeksplorasi agar pengembangan bisnis teknologi pada bidang pertanian dapat tumbuh dan berkembang untuk produktivitas dan kesejahteraan petani Indonesia.

Sebuah Harapan

Kondisi industri yang mudah diprediksi sebenarnya adalah sebuah harapan. Dibalik sulitnya mengubah (disrupsi) industri, yang biasanya menjadi target pelaku startup, terdapat banyak peluang untuk masuk dalam industri pertanian. Kemudahan diprediksi menjadikan pelaku usaha lebih bisa menyiapkan strategi terbaik. Terlebih, ilmu-ilmu bisnis dan strategi sangat berdasar pada pemahaman situasi yang relatif bisa diprediksi.

Dengan peluang ini, semoga para pelaku usaha rintisan bisa masuk dalam industri pertanian dengan membawa perubahan. Yakni membawa perubahan pada perilaku pelaku usaha pertanian agar lebih efektif, efisien, produktif, dan sejahtera. 

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |