Generasi Muda vs Patriarki

14 hours ago 7

Image Dita Asobah

Edukasi | 2025-05-03 16:19:03

Picture by The Columnist

Hak asasi, kesetaraan, dan peluang untuk semua orang sering disuarakan di berbagai platform. Namun, jika kita berani melihat lebih dalam, terutama dalam soal gender, ketidakadilan masih terasa. Hanya saja kini hadir dalam bentuk yang lebih halus dan sering kali tak kasat mata.

Anak-anak muda yang melihat kenyataan ini tidak tinggal diam. Dengan semangat, kreativitas, dan teknologi di genggaman, mereka menggerakkan perlawanan terhadap patriarki modern yang masih terbungkus dalam keseharian kita. Tapi, bagaimana sebenarnya wajah baru patriarki ini muncul?

Norma Lama dalam Kemasan Baru

Dulu, ketidakadilan gender tampak jelas dalam aturan-aturan yang terang-terangan mendiskriminasi. Sekarang, patriarki lebih cerdik, bersembunyi dalam bias-bias kecil yang sering luput dari perhatian. Di rumah, anak-anak perempuan masih lebih sering diingatkan untuk "bersikap sopan", sementara anak laki-laki didorong untuk "menjadi pemimpin".

Dalam struktur sosial, konsep patriarkal ini kebanyakan perempuan yang menjadi korban. Padahal laki-laki juga bisa menjadi korban dari norma dan nilai patriarkal yang menekan mereka untuk memenuhi standar tertentu. Seringkali, hal tersebut dikenal sebagai “toxic masculinity” (maskulinitas beracun), yang merujuk pada norma-norma maskulin yang tidak sehat.

Menurut data yang tertera pada Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indeks Ketimpangan Gender (IKG) Indonesia menurun ke angka 0,447 pada 2023, dari 0,459 setahun sebelumnya. Melihat gambaran ini, lahirlah dorongan kuat dari anak-anak muda untuk mengambil bagian dalam perubahan.

Penggerak Muda di Tengah Ketimpangan

Berbeda dari generasi sebelumnya, anak-anak muda hari ini tumbuh dalam dunia yang terkoneksi tanpa batas. Akses informasi mereka luas, mereka tahu bahwa ketidakadilan gender bukan hanya masalah lokal, tapi isu global. Mereka tidak hanya paham, tapi juga beraksi.

Media sosial menjadi senjata ampuh untuk menyalurkan suara terkait patriarki, lewat Instagram, TikTok, hingga X, mereka membangun kampanye, berbagi kisah, mengedukasi, bahkan membangun gerakan solidaritas lintas negara. Gerakan #MeToo yang awalnya bergema di Amerika, membuktikan bagaimana suara dari korban bisa mengubah dunia.

Resistensi dan Rintangan

Setiap langkah maju membawa serta resistensi. Anak muda yang vokal soal ketidakadilan gender kerap disudutkan; dianggap melawan budaya, dituduh terlalu kebarat-baratan, bahkan dicap tidak sopan. Tidak semua anak muda juga memiliki modal yang sama untuk bergerak. Keterbatasan ekonomi, minimnya akses pendidikan, dan terbatasnya ruang-ruang diskusi membuat banyak suara terpaksa teredam.

Sementara itu, nilai-nilai patriarkal yang sudah mengakar selama puluhan bahkan ratusan tahun, tidak mungkin runtuh dalam semalam. Kondisi ini membuat perjuangan terasa berat dan melelahkan. Maka dari itu, penting untuk tidak hanya bergantung pada semangat, tetapi juga merancang strategi dan solusi yang berkelanjutan.

Menumbuhkan Harapan, Menggerakkan Solusi

Pendidikan menjadi fondasi utama dalam mendorong perubahan ini. Bukan sekadar mengajarkan teori, tetapi membangun kesadaran kritis tentang apa itu kesetaraan sejak dini, di sekolah, di rumah, hingga pada lingkungan sekitar.

Di sisi lain, pemerintah dan lembaga-lembaga perlu melangkah lebih jauh dari sekadar membuat slogan manis. Kebijakan nyata yang melindungi hak-hak perempuan, menghapus diskriminasi, dan membuka akses setara dalam segala bidang adalah kunci.

Tidak kalah penting, kolaborasi lintas generasi harus terus diperkuat. Pengalaman generasi terdahulu bisa menjadi jembatan berharga, sementara energi anak muda menjadi bahan bakarnya. Bersama, perjuangan melawan patriarki modern bisa menjadi lebih dari sekadar perlawanan sesaat — ia bisa menjadi gerakan perubahan yang benar-benar bertahan.

Menguatkan Suara, Melanjutkan Gerak

Perlawanan anak muda terhadap patriarki modern menunjukkan bahwa dunia digital bukan hanya ruang hiburan, tapi juga ladang kesadaran dan perjuangan. Tantangan mereka memang besar, namun keberanian mereka lebih besar lagi. Di balik semua kemajuan yang dibanggakan dunia, perjuangan untuk menuju kesetaraan sejati tetap harus dinyalakan dan diwariskan.

Kini, saatnya kita semua ikut bergerak, bukan sekadar menjadi penonton perubahan, tapi ikut menjadi pelaku. Mari bersama-sama membangun dunia di mana kemajuan bukan hanya ilusi, melainkan nyata terasa bagi semua.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |