Antisipasi Dampak Perubahan Iklim Ekstrem, Kaltim Genjot Produksi Pangan

15 hours ago 9
Ilustrasi, optimalisasi lahan rawa untuk menggenjot produksi pangan. Ilustrasi, optimalisasi lahan rawa untuk menggenjot produksi pangan.

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Perubahan iklim ekstrem, mulai ancaman musim kemarau berkepanjangan sampai gangguan distribusi berpotensi menciptakan kondisi rawan di berbagai daerah.

Salah satunya, acaman krisis pangan yang menjadi ancaman nyata bagi berbagai wilayah di Indonesia, tak terkecuali bagi Provinsi Kaltim.

Untuk mengantisipasi ancaman itu, Pemerintah Provinsi Kaltim telah menyiapkan cadangan pangan sebanyak 506 ton beras.

Langkah strategis ini diambil untuk menghadapi potensi krisis akibat kemarau dan bencana lain yang dapat mengganggu stabilitas pangan di tingkat lokal.

Sejumlah wilayah, termasuk Kabupaten Paser, Penajam Paser Utara, dan Kutai Barat, masuk dalam daftar daerah yang paling terdampak kekeringan.

Situasi ini menyebabkan menurunnya produksi pangan lokal dan meningkatkan risiko kerawanan pangan.

Kabupaten Mahakam Ulu juga menjadi salah satu prioritas penanganan krisis pangan tahun ini, sebab sering mengalami lonjakan harga kebutuhan pokok yang signifikan.

Pemerintah Kaltim telah menunjukkan keseriusan menjaga ketahanan pangan. Demikian keterangan ini disampaikan melalui laman Pemprov. Penguatan cadangan pangan, sistem pemantauan berbasis data, dan koordinasi lintas sektor menjadi pilar utama menghadapi potensi krisis itu.

Sekretaris Dinas Pangan, Tanaman dan Hortikultura Kaltim, Rini Susilawati, menjelaskan Kaltim saat ini berada dalam posisi siaga terkait krisis pangan. Ia mengingatkan krisis pangan tak hanya soal ketersediaan stok, tetapi juga terkait distribusi dan harga.

"Kita sudah bergerak dengan beberapa upaya. Dari peningkatan produksi, peningkatan produktivitas, dan penguatan cadangan pangan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota," ujar Rini saat menjadi pembicara ihwal Kaltim Siaga Krisis Pangan, Rabu (13/8/2025).

Upaya lain yang dilakukan, lanjut Rini, mengurangi ketergantungan terhadap beras dari luar daerah dan memastikan distribusi berjalan lancar.

Berdasarkan data, luas baku lahan sawah di Kaltim pada tahun 2024 adalah sekitar 46.640 hektare. Namun, tak semua lahan itu produktif.

Masih ada sekitar 3.000 hektare lahan yang terbengkalai, tergenang, atau ditumbuhi semak belukar.

Tahun ini, pihaknya mendapat alokasi program penguatan swasembada.

“Yakni optimasi lahan seluas sekitar 3.000 hektare di enam kabupaten dan cetak sawah sekitar 1.890 hektare," paparnya. Program ini diharapkan dapat meningkatkan indeks pertanaman (IP), sehingga lahan yang sebelumnya hanya panen sekali bisa ditanami dua kali bahkan 2,5 kali dalam setahun.

Rini juga menekankan pentingnya percepatan tanam usai panen. Hal ini bertujuan menghadapi musim kemarau yang diperkirakan berlangsung hingga tiga bulan ke depan.

Krisis pangan selalu menjadi tantangan, tapi juga peluang bagi Kaltim agar bisa mandiri pangan. Dengan kolaborasi dan inovasi, diharapkan ketahanan pangan di Kaltim bisa tetap tangguh.

Optimalisasi Lahan

Diwartakan sebelumnya, melalui program strategis nasional Optimalisasi Lahan (Oplah), Kaltim akan menggarap hampir 14 ribu hektare lahan rawa produktif sepanjang tahun 2025.

Langkah itu ditempuh Pemprov Kaltim untuk menunjukkan komitmennya mendukung ketahanan pangan nasional.

Langkah ini bukan hanya soal mengelola lahan, ttapi bukti nyata Kaltim siap menjadi lumbung pangan masa depan, seiring pembangunan Ibu Kota Nusantara dan tantangan perubahan iklim global.

Seluruh lokasi program telah melalui proses seleksi ketat dan disusun dalam dokumen Survei Investigasi Desain Optimasi Lahan Rawa.

Program Oplah melibatkan enam daerah strategis di Kaltim.

Yakni, rincinya, Penajam Paser Utara (5.896 ha), Paser (3.150 ha), Kutai Kartanegara (2.392 ha).

Kemudian di Kutai Timur (1.200 ha), Berau (895 ha), dan Samarinda (440 ha), dengan total dukungan 70 Brigade Pangan yang diterjunkan langsung ke lapangan.

Program Oplah fokus lahan rawa pasang surut dan rawa lebak yang belum optimal ditanami dua kali setahun. Dengan kata lain, tidak termasuk kawasan hutan lindung atau lahan gambut moratorium, dan memiliki sumber air memadai.

Yan Andri

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |