Cek Kesehatan Gratis, Benarkah untuk Setiap Rakyat?

1 month ago 44

Image vivi nurwida

Kebijakan | 2025-02-10 20:31:41


Kesehatan merupakan nikmat yang perlu disyukuri dan dijaga. Kesehatan juga hak setiap warga negara yang wajib dipenuhi secara gratis dan berkualitas.


Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, program cek kesehatan gratis akan mulai diluncurkan pada pekan kedua Februari 2025. Sebanyak 10.000 puskesmas dan 20.000 klinik swasta akan dilibatkan dalam program ini. Juru bicara Kemenkes menyatakan, anggaran program tersebut sebanyak Rp 4,7 triliun yang bersumber dari anggaran pendapatan belanja negara (APBN). Selain itu, sebanyak 10.000 puskesmas dan 20.000 klinik swasta akan dilibatkan dalam program tersebut ( beritasatu.com, 28-01-2025).


Kelompok yang Mendapatkan Pelayanan


Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/33/2025, terdapat empat kelompok masyarakat yang berhak mendapatkan layanan skrining atau cek kesehatan gratis di ulang tahunnya:
1. Bayi Baru Lahir (Usia Dua Hari)
Skrining kesehatan bayi baru lahir bertujuan untuk mendeteksi penyakit sejak dini. Pemeriksaan ini mesti dilakukan dalam waktu 24 jam setelah kelahiran agar hasilnya lebih akurat.


2. Balita dan Anak Prasekolah (Usia 1-6 Tahun)
Beberapa aspek kesehatan yang diperiksa meliputi:
Pertumbuhan dan perkembanganTuberkulosisPemeriksaan telinga, mata, dan gigiTalasemia (mulai usia 2 tahun)Gula darah (mulai usia 2 tahun)


3. Dewasa (Usia 18-59 Tahun)
Kelompok dewasa mendapatkan pemeriksaan lebih luas, termasuk deteksi penyakit kardiovaskular, paru-paru, kanker, kesehatan jiwa, dan hati.

4. Lansia (Usia 60 Tahun ke Atas)
Lansia juga mendapatkan skrining kesehatan gratis dengan cakupan pemeriksaan yang lebih luas. Beberapa aspek yang diperiksa:Penyakit kardiovaskular, tuberkulosis, kanker, Fungsi indra (mata dan telinga) skrining kesehatan jiwa, pemeriksaan hati (Hepatitis B, Hepatitis C, Fibrosis/Sirosis hati.

Tidak Merata
Penerima program cek kesehatan gratis seperti yang diwacanakan pemerintah dengan pengelompokan tertentu membuktikan bahwa tidak semua orang mendapatkan hak pelayanan kesehatan secara gratis. Ada syarat tertentu yang harus dipenuhi jika ingin mendapatkan pelayanan ini.

Kebijakan ini memang seolah pro rakyat di tengah berbagai kebijakan yang membawa kezaliman yang jauh lebih besar, seperti kenaikan harga listrik, gas, BBM dan susahnya mendapatkan layanan publik yang menjadi hak rakyat. Namun, faktanya kebijakan ini makin terasa sebagai kebijakan populis ketika melihat realita pelayanan kesehatan di Indonesia hari ini.

Di antara realita pelayanan layangan kesehatan di Indonesia adalah kurangnya tenaga kesehatan profesional dan tidak meratanya layanan kesehatan. Alhasil banyak penduduk yang melakukan pengobatan mandiri, tanpa melakukan konsultasi ke tenaga kesehatan profesional.


Indonesia masih membutuhkan banyak dokter, baik dokter umum maupun dokter spesialis. Kekurangan dokter ini terjadi di hampir seluruh provinsi di Indonesia. Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) RI menyebutkan Indonesia masih kekurangan 120 ribu dokter umum sesuai rasio ideal yang diharapkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Belum lagi kekurangan dokter spesialis.


Selain itu, banyak masyarakat yang memilih mengobati sakitnya secara mandiri atau self-medication tanpa konsultasi ke tenaga kesehatan. Fenomena mengobati sendiri ini cenderung banyak terjadi di wilayah perdesaan. Sekitar 80,9% masyarakat pedesaan dan 78,8% masyarakat perkotaan memilih melakukan pengobatan sendiri.

Belum lagi jika membicarakan infrastruktur untuk mencapai fasilitas Kesehatan. Banyak rakyat yang kesulitan dan harus menempuh perjalanan yang panjang dan tak mudah untuk mendapatkan pelayanan, padahal ini bisa mengancam nyawa pasien. Memang benar, pelaksanaan program pelayanan kesehatan gratis ini dilakukan secara bertahap. Namun, melihat tingginya angka korupsi dan pembangunan yang justru berpihak pada kalangan tertentu, rawan berbagai persoalan yang akan menghambat terwujudnya program ini.

Buah Penerapan Sistem Kapitalisme
Fakta di atas menggambarkan bahwa pelayanan kesehatan di negeri ini masih bermasalah. Sejatinya jaminan kesehatan adalah hak semua orang yang wajib dipenuhi oleh negara sebagai penanggung jawab rakyatnya, baik miskin atau kaya. Namun paradigma kepemimpinan kapitalisme sekuler neoliberal telah membuat penguasa normal berbuat semaunya, termasuk memaksa dan membebani rakyat, bahkan pada perkara yang bukan menjadi kewajibannya.

Mirisnya lagi ketika syahwat bisnis para korporasi justru berujung pada rekayasa pelayanan kesehatan. Bagi pasien miskin, atau yang hanya memiliki kartu BPJS KIS tidak diberikan sejumlah pelayanan yang dibutuhkan. Namun, sebaliknya, bagi pasien yang berduit akan diberikan pelayanan yang dibutuhkan. Padahal, kondisi ini bukan hanya bisa memperparah penyakit penderita, bahkan bisa sampai mengancam nyawa pasien.

Kondisi ini diakibatkan penerapan sistem kapitalisme sekuler neoliberal yang hampir selalu menimbulkan kezaliman. Negara dalam sistem ini hanya bertindak sebagai regulator dan fasilitator, bukan sebagai pengurus umat. Bahkan, negara membangun hubungan dengan rakyat sebagaimana pedagang dan pembeli, hanya memikirkan untung rugi, termasuk dalam hal pelayanan publik. Mirisnya, regulasi ini dijalankan untuk memfasilitasi hal yang mengancam nyawa atau kesehatan rakyat.

Sistem Kesehatan Islam
Sistem Islam tentu bertolak belakang dengan sistem sekuler kapitalisme neoliberal. Dalam pandangan Islam, kesehatan merupakan kebutuhan pokok setiap individu yang menjadi kewajiban negara secara syar'i untuk memenuhinya, tanpa memandang miskin atau kaya, muslim ataupun nonmuslim. Karenanya, negara wajib mengupayakan pemenuhan hak setiap individu ini dengan sebaik-baiknya, mudah dalam administrasi, dilakukan oleh tenaga profesional, berkualitas dan berbiaya murah bahkan gratis.


Semua ini dapat terwujud karena Islam memiliki mekanisme jaminan kesehatan yang lengkap dari hulu hingga hilir. Prinsip penjagaan kesehatan diatur sebagai bagian penerapan hukum syarak yang sifatnya mengikat individu,masyarakat hingga negara.


Pelayanan kesehatan dalam Islam dibagi dalam yang bersifat preventif seperti pembudayaan individu untuk hidup sehat dengan mengonsumsi makanan halal dan thayyib, berolahraga, menjaga kebersihan, dan sebagainya. Selain itu ada juga langkah kuratif (penyembuhan penyakit), rehabilitatif (pemulihan kesehatan) hingga promotif (peningkatan kesehatan).


Pembiayaan sistem kesehatan ini ditopang oleh sistem ekonomi negara Islam yang sangat kuat. Pembiayaan ini didapatkan dari sumber pemasukan negara yang berasal dari pengelolaan kepemilikan umum, seperti SDAE yang lebih dari cukup untuk memberikan modal pemberian layanan kesehatan terbaik bagi rakyat, mulai dari ketersediaan nakes yang profesional dan memiliki integritas, alkes, faskes baik di kota maupun pelosok, obat-obatan, hingga riset dan pengembangan sistem kesehatan.

Sistem ini juga didukung dengan penerapan sistem sanksi hukum Islam yang akan menutup semua celah penyimpangan dalam sistem layangan kesehatan, seperti malapraktik dan bisnis kesehatan dengan biaya melangit di luar nalar.

Pada masa keemasan Islam, kaum Muslim secara sadar melakukan penelitian ilmiah di bidang kedokteran sehingga mampu memberikan kontribusi yang orisinal dan tidak kaleng-kaleng di bidang kedokteran. Sebut saja Al Kindi yang berhasil menunjukan aplikasi matematika guna kuantifikasi di bidang kedokteran, Ibnu Sina yang dikenal sebagai bapak kedokteran modern, Abu al-Qasim az-Zahrawi dianggap sebagai bapak ilmu bedah modern, dan masih banyak lainnya.


Prestasi yang ditelurkan para ilmuan tersebut terjadi karena adanya negara yang menerapkan Islam secara kafah, yang mampu mendukung aktivitas riset dan pengembangan kesehatan. Anggaran yang dikucurkan diambil dari kas negara yang digunakan untuk aktivitas ini bukanlah anggaran yang sia-sia.


Sungguh, hanya dengan penerapan sistem Islam secara kafah, setiap individu mendapatkan haknya, termasuk dalam hal kesehatan. Keadilan, kemuliaan, kesejahteraan dan keberkahan benar-benar terwujud dalam sistem ini. Sudah saatnya umat bersama dengan partai politik ideologis memperjuangkan tegaknya Islam kembali.


Wallahu a'lam bisshowab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |