Ekonom Wanti-Wanti Rapor Pendapatan Negara Tahun 2025 Terancam Jeblok

20 hours ago 4

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Bright Institute Awalil Rizky menyampaikan pandangannya mengenai kekhawatiran atas kondisi fiskal Indonesia pada 2025. Hal itu refleksi dari angka penerimaan negara yang ambles di bulan-bulan awal tahun ini. 

Pendapatan negara pada Januari-Februari 2025 tercatat mencapai Rp 316,9 triliun, turun 20,85 persen dibandingkan capaian pada periode yang sama di tahun lalu sebesar Rp 400,36 triliun. Kinerja tersebut merupakan 10,50 persen dari target APBN 2025 yang sebesar Rp 3.005,1 triliun. 

Adapun realisasi penerimaan perpajakan sampai akhir Februari 2025 sebesar Rp 240,4 triliun, turun 24,99 persen dibandingkan realisasi pada periode yang sama di 2024 sebesar Rp 320,51 triliun. Kinerja tersebut merupakan 9,70 persen dari target APBN 2025 yang sebesar Rp 2.490,9 triliun.

“Perlu diketahui bahwa kinerja dua bulan pertama tahun 2024 lalu yang lebih baik dari tahun ini saja tidak berhasil membuat penerimaan perpajakan mencapai target. Selama setahun dicapai Rp2.232,7 triliun yang merupakan 96,7 persen dari target, atau shortfall sebesar 3,3 persen. Dengan awalan kinerja yang tidak menggembirakan, terdapat risiko shortfall yang lebih dalam,” kata Awalil dalam keterangannya, dikutip Sabtu (15/3/2025). 

Awalil melanjutkan, khusus penerimaan pajak, yang mengecualikan bea dan cukai dari penerimaan perpajakan, realisasinya per Februari 2025 sebesar Rp 187,8 triliun, turun 30,19 persen dari realisasi tahun lalu yang mencapai Rp 269,02 triliun. Itu merupakan 8,60 persen dari target APBN 2025 sebesar Rp 2.189,3 triliun.  

“Padahal, target APBN tahun 2024 saja tidak capai, hanya sebesar 97,2 persen dari target atau shortfall sebesar 2,8 persen. Dengan kinerja hingga Februari, kemungkinan besar akan tak mencapai target. Kinerja penerimaan pajak ini juga dipengaruhi oleh batalnya kenaikan PPN secara menyeluruh, padahal telah diperhitungkan dalam target,” jelasnya. 

Awalil juga menyinggung mengenai alasan Kemenkeu soal penurunan pendapatan negara pada awal 2025 dibandingkan tahun sebelumnya. Yakni akibat beberapa harga komoditas utama yang melambat, antara lain batubara (-11,8 persen), brent (-5,2 persen), dan nikel (-5,9 persen). Selain itu juga karena penerapan Tarif Efektif Rata-rata (TER) PPh 21 sejak Januari 2024 yang mengakibatkan lebih bayar sebesar Rp 16,5 Triliun pada 2024. Lebih bayar tersebut diklaim kembali pada Januari dan Februari 2025.

Disampaikan Kemenkeu bahwa PPN Dalam Negeri yang mengikuti pola musiman yang mana pada Januari menurun dibandingkan Desember tahun sebelumnya. Tahun 2025 diberikan kebijakan relaksasi pembayaran PPN DN selama 10 hari. Dengan demikian, PPN DN Januari dapat dibayarkan hingga 10 Maret 2025.

“Penjelasan panjang lebar itu tidak cukup menutupi fakta terjadinya penurunan penerimaan pajak. Tidak pula bisa memastikan, penerimaan di bulan-bulan mendatang meningkat lebih pesat dari biasanya sehingga mampu menutupi kekurangan dua bulan awal ini,” ungkap Awalil. 

Lebih gamblang, Awalil menilai Kemenkeu tidak mengakui terjadinya pelemahan dinamika perekonomian selama dua bulan awal 2025, yang berdampak pada penurunan penerimaan pajak. “Tidak pula ada pengakuan bahwa penerapan Coretax yang bermasalah juga turut berkontribusi,” tegasnya. 

Adapun, mengenai realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Awalil menyampaikan capaian per Februari 2025 tidak cukup memuaskan. Diketahui, sampai dengan akhir Februari 2025, realisasi PNBP mencapai sebesar Rp 76,4 triliun, atau 14,90 persen dari target APBN 2025 yang sebesar Rp 513,6 triliun. Angka tersebut mengalami penurunan 4,15 persen dari realisasi tahun lalu yang sebesar Rp 79,71 triliun. 

Awalil menyebut, meski tidak seburuk kinerja pajak, capaian PNBP terbilang tidak kinclong seperti tahun lalu. PNBP selama setahun 2024 bahkan melampaui target, hingga mencapai 105,5 persen. Pada tahun 2025 tampak ada risiko tidak mencapai target, bahkan lebih rendah dari tahun lalu.  

“Secara keseluruha, kondisi pendapatan negara selama dua bulan pertama 2025 ini mesti menjadi peringatan buat Pemerintah bahwa kondisi setahunnya akan cukup berat. Daripada sibuk memberi alasan tentang kinerja pendapatan yang kurang baik, maka lebih baik menyiapkan mitigasi risiko dari kemungkinan buruk ini,” ujarnya.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |