REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL – Sejumlah negara menyatakan menghormati putusan Mahkamah Pidana Internasional atas surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanan Yoav Gallant. Secara prinsipil, negara-negara ini juga menyatakan patuh dengan kewajiban merujuk Statuta Roma.
Sejauh ini, pemerintah-pemerintah Eropa mendukung ICC. Josep Borrell, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, menyatakan bahwa keputusan tersebut “tidak bersifat politis” dan harus dihormati.
“Saya memperhatikan putusan pengadilan pidana internasional yang mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Netanyahu, mantan menteri pertahanan, Tuan Gallant, dan pemimpin Hamas, Mohammed Deif,” kata Borrell dalam pernyataan resmi. “Keputusan ini merupakan keputusan yang mengikat semua negara, semua negara pihak pengadilan, termasuk seluruh anggota Uni Eropa,” tambahnya.
Konfirmasi dukungan juga disampaikan Menteri Luar Negeri Belanda Caspar Veldkamp di parlemen. “Belanda jelas menghormati independensi ICC dan tidak mencampuri substansi investigasi yang dilakukan ICC,” kata Caspar Veldkamp di parlemen.
“Kami adalah pihak dalam Statuta Roma, dan berdasarkan Statuta Roma dan Undang-Undang Penerapan ICC, kami berkewajiban untuk bekerja sama dengan ICC, dan itu juga akan kita lakukan,” kata dia menambahkan.
Diplomat utama Den Haag mengatakan pemerintah Belanda akan membatalkan semua “kontak yang tidak penting” dengan Netanyahu sebagai tanggapan terhadap keputusan ICC. Veldkamp sebelumnya dijadwalkan mengunjungi negara Yahudi itu dalam beberapa pekan mendatang.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Prancis memberi tahu AFP bahwa Paris akan memberikan tanggapan sesuai dengan undang-undang pendirian pengadilan. Hal ini meningkatkan kemungkinan bahwa Netanyahu dan Gallant dapat ditahan di Prancis.
Ketika ditanya oleh wartawan pada konferensi pers apakah Paris akan mengambil tindakan untuk menangkap Netanyahu, juru bicara Christophe Lemoine menyatakan: “Ini adalah masalah yang rumit secara hukum, jadi saya tidak akan mengomentarinya hari ini.”
Kantor Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menekankan kepada harian the Telegraph bahwa London menghormati otonomi ICC, dan memuji pengadilan tersebut sebagai “lembaga kelembagaan utama untuk menyelidiki dan mengadili kejahatan paling serius dalam kaitannya dengan hukum internasional.”
Menteri Luar Negeri Irlandia Micheál Martin menekankan bahwa Dublin adalah “pendukung kuat ICC”. Ia mendesak negara-negara untuk “menghormati independensi dan imparsialitasnya, tanpa ada upaya yang dilakukan untuk melemahkan pengadilan.”
Kantor Kehakiman Federal Swiss mengatakan pihaknya diharuskan bekerja sama dengan ICC berdasarkan Statuta Roma dan oleh karena itu harus menangkap Netanyahu atau Gallant jika mereka memasuki negara tersebut, menurut laporan Reuters.
Petra De Sutter, wakil perdana menteri Belgia, meminta negara-negara Eropa lainnya untuk “menerapkan sanksi ekonomi, menangguhkan Perjanjian Asosiasi [UE] dengan Israel dan menjunjung surat perintah penangkapan ini. “Kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan tidak bisa dibiarkan begitu saja,” De Sutter, anggota Partai Hijau sayap kiri, menuduh dalam sebuah postingan di X.
Dalam Pasal 86 Statuta Roma diatur bahwa “Negara-Negara Pihak, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Statuta ini, harus bekerja sama sepenuhnya dengan Mahkamah dalam penyidikan dan penuntutannya terhadap kejahatan yang berada dalam yurisdiksi Pengadilan.”
Artinya, seluruh 124 negara anggota ICC diwajibkan oleh regulasi itu untuk menangkap dan menyerahkan setiap individu yang tunduk pada surat perintah penangkapan ICC jika mereka menginjakkan kaki di wilayah mereka. Dari jumlah anggota tersebut, 33 negara berasal dari Afrika, 19 negara Asia Pasifik, 19 negara Eropa Timur, 28 negara Amerika Latin dan Karibia, dan 25 negara Eropa Barat dan negara lain.
Sanksi bagi mereka yang tidak menangkap seseorang meskipun sudah ada surat perintah penangkapan tidak lebih dari sekedar tamparan diplomatis. Contohnya penyerahan suatu negara ke badan pengatur ICC yang terdiri dari negara-negara anggota dan akhirnya ke Dewan Keamanan PBB.
Jika ada pihak yang ditangkap, mereka akan dibawa ke Den Haag di mana mereka akan menghadapi sidang pra-peradilan di mana jaksa penuntut akan memberikan bukti yang cukup untuk membawa kasus tersebut ke pengadilan.