Israel akan Gunakan 'Hukum Properti Absentee' Sahkan 1.900 Unit Pemukiman Baru

12 hours ago 10

REPUBLIKA.CO.ID,YERUSALEM -- Komite Perencanaan dan Pembangunan di Yerusalem yang dikuasai Israel berniat untuk membahas rencana baru untuk perluasan permukiman ilegal di Yerusalem Timur yang diduduki pada Rabu (23/4) sebagai langkah pertama untuk menyetujui proyek tersebut, menurut Middle East Monitor (MEMO).

Rencana tersebut bertujuan untuk memperluas apa yang dikenal sebagai pemukiman Gilo ke arah tenggara, di atas tanah dan kebun zaitun yang dimiliki oleh penduduk kota Beit Jala, Palestina, kata laporan itu.

Diberitakan laman Palestine Chronicle, Rabu (23/4/2025), rencana tersebut mencakup pembangunan 1.900 unit pemukiman baru di atas lahan terbuka seluas 176 dunam (sekitar 43,5 hektare) yang terletak di antara Jalan Terowongan dan pemukiman tersebut.

Hukum Mengizinkan Penyitaan

Data menunjukkan bahwa 29 persen dari tanah yang termasuk dalam rencana tersebut diklasifikasikan sebagai milik pribadi, 12 persen dimiliki oleh kotamadya Israel dan negara, 15 persen berada di bawah pengelolaan Departemen Kustodian Properti Absen, dan 44 persen tidak terdaftar secara resmi, kata laporan itu.

Pihak berwenang Israel menyita sebagian besar tanah ini melalui penerapan Hukum Properti Absentee, yang memungkinkan penyitaan properti warga Palestina yang mengungsi pada tahun 1948 atau setelah 1948, menurut Ir Amim, sebuah organisasi sayap kiri Israel yang mengkhususkan diri dalam urusan Yerusalem yang diduduki, demikian laporan MEMO.

Tanah yang Disita

Aviv Tatarsky, seorang peneliti dari Ir Amim, mengatakan, "Satu-satunya alasan Israel mengklasifikasikan para pemilik tanah-tanah ini sebagai 'absentee' adalah karena Israel mencaplok kebun-kebun mereka di dalam perbatasannya, namun tetap menjadikan para pemiliknya di luar perbatasan sebagai penduduk Tepi Barat yang tidak memiliki hak.”

"Penggunaan ekstensif Hukum Properti Absentee untuk membangun permukiman di Yerusalem Timur adalah salah satu manifestasi paling menonjol dari diskriminasi yang dipraktekkan oleh Israel di kota yang diduduki," kata Tatarsky.

Organisasi tersebut mengatakan dalam sebuah posting di X pada Selasa (22/4), "Bahkan dalam kasus rencana pembangunan Gilo saat ini, pemilik tanah dan kebun Palestina tidak benar-benar ‘tidak hadir’."

"Mereka tinggal di Beit Jala persis di tempat yang sama di mana mereka selalu tinggal. Namun ketika Israel menduduki wilayah tersebut pada tahun 1967, Israel mencaplok tanah-tanah tersebut ke Yerusalem tanpa pemiliknya yang didefinisikan sebagai penduduk Tepi Barat,” organisasi tersebut menjelaskan.

Ditambahkan bahwa karena keputusan yang sama untuk mencaplok tanah tanpa penduduknya, Israel dapat memutuskan bahwa pemilik kebun-kebun tersebut ‘tidak hadir’ sehingga membuka jalan untuk menguasai properti mereka secara hukum.”

Mengubah Kebijakan

Ir Amim mengatakan bahwa selama bertahun-tahun, badan-badan hukum dan terutama badan-badan internasional telah memblokir penggunaan hukum secara besar-besaran di Yerusalem Timur.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kebijakan tersebut telah berubah.

Pembangunan pemukiman telah meningkat secara signifikan sejak pemerintah sayap kanan Israel, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, berkuasa pada Desember 2022.

Komunitas internasional, termasuk PBB, menganggap permukiman ini ilegal menurut hukum internasional. PBB telah berulang kali memperingatkan bahwa perluasan permukiman yang terus berlanjut mengancam kelangsungan solusi dua negara.

Pada Juli 2024, Mahkamah Internasional (ICJ) mengeluarkan keputusan yang menyatakan bahwa pendudukan Israel selama puluhan tahun atas wilayah Palestina adalah “ilegal” dan menyerukan agar semua permukiman yang ada di Tepi Barat dan Yerusalem Timur segera dievakuasi.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |