KTNA: Regenerasi Petani Kunci Jaga Swasembada Beras

9 hours ago 9

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional Yadi Sofyan Noor menegaskan regenerasi petani serta penguatan brigade pangan yang didominasi kalangan milenial menjadi kunci menjaga keberlanjutan swasembada beras yang saat ini berhasil diraih Indonesia.

“Kuncinya ada di sumber daya manusia. Kita harus cepat melakukan regenerasi. Petani padi itu rata-rata usianya di atas 50 tahun sekarang. Petani muda milenial masih jarang terjun ke sektor padi,” kata Sofyan saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu (27/12/2025).

Pernyataan tersebut disampaikan menjelang rencana pengumuman swasembada beras oleh pemerintah pada akhir Desember 2025, seiring kenaikan produksi beras nasional dari sekitar 30 juta ton lebih pada 2024 menjadi 34,77 juta ton pada 2025. Proyeksi tersebut merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) berbasis Kerangka Sampel Area (KSA).

Sofyan menilai capaian swasembada beras harus dijaga secara serius agar tidak mengulang pengalaman 1984, ketika Indonesia sempat swasembada tetapi hanya bertahan beberapa tahun sebelum kembali mengalami penurunan akibat lemahnya fondasi keberlanjutan sektor pertanian.

“Kalau kita mau mempertahankan, pengalaman tahun 1984 itu hanya bertahan beberapa tahun, setelah itu rontok lagi. Kuncinya memang ada di SDM,” ujarnya.

Meski demikian, Sofyan menilai pemerintah telah mengambil langkah yang tepat melalui mekanisasi dan transformasi teknologi pertanian. Modernisasi dinilai menjadi kunci menarik minat petani muda sekaligus meningkatkan efisiensi dan produktivitas usaha tani padi.

Selain faktor SDM dan teknologi, KTNA menekankan pentingnya optimalisasi lahan sawah tidur, lahan rawa, serta penyempurnaan sistem irigasi sebagai tiga pilar utama menjaga stabilitas produksi beras nasional.

Ia juga menyoroti peran brigade pangan yang memungkinkan pengelolaan lahan dalam skala besar secara kolektif, sehingga pendapatan petani meningkat signifikan dibandingkan pola konvensional dengan kepemilikan satu hektare per individu.

Melalui skema brigade pangan, petani dapat memperoleh penghasilan bulanan Rp10 juta hingga Rp20 juta, tergantung wilayah dan tingkat produktivitas. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata pendapatan petani padi tradisional yang berkisar Rp3,5 juta.

“Saya bertemu langsung dengan beberapa anggota brigade pangan. Saya tanya, ‘Benar gajinya sampai Rp20 juta?’ Mereka menjawab, ‘Benar, Pak.’ Saya kumpulkan mereka waktu di Ciawi, Bogor,” ungkap Sofyan.

Lebih lanjut, KTNA menilai fokus pemerintah terhadap pengembangan komoditas lain seperti kelapa sawit, kelapa, tebu, kakao, kopi, lada, pala, jambu mete, hingga gambir tidak mengganggu swasembada beras, selama alih fungsi lahan sawah produktif dapat ditekan melalui regulasi yang tegas.

“Tidak berpengaruh, karena masing-masing direktorat jenderal punya tanggung jawab sendiri. Yang berpengaruh itu kalau sawah produktif ditanami sawit. Itu degradasi lahan,” katanya.

Dengan regenerasi petani, penguatan brigade pangan, perlindungan lahan sawah, serta optimalisasi teknologi dan infrastruktur, KTNA optimistis swasembada beras dapat dipertahankan secara lebih kuat dan berkelanjutan ke depan.

Sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyatakan Indonesia siap mengumumkan swasembada pangan untuk komoditas strategis, seperti beras dan jagung, pada 31 Desember 2025 pukul 12.00 WIB sesuai target nasional.

Amran menegaskan capaian swasembada dapat diwujudkan karena produksi nasional meningkat dan distribusi pangan semakin stabil, sehingga ketahanan pangan Indonesia berada pada posisi yang kuat dan terjaga.

sumber : ANTARA

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |