Sebuah studi baru menunjukkan bahwa mengonsumsi banyak makanan ultra-olahan—seperti minuman ringan, keripik, dan kue—dapat meningkatkan risiko stroke dan masalah memori.
Studi yang dipublikasikan pada 22 Mei di Neurology ini menemukan hubungan antara makanan olahan dan kesehatan otak, tetapi tidak membuktikan bahwa makanan ini secara langsung menyebabkan masalah kesehatan tersebut.
Apa Itu Makanan Ultra-Olahan?
Makanan ultra-olahan adalah makanan yang melalui berbagai proses industri dan mengandung tambahan gula, lemak, dan garam. Makanan ini sering kali kekurangan nutrisi penting seperti protein dan serat. Beberapa contohnya meliputi:
* Minuman ringan dan minuman manis
* Keripik dan kue
* Es krim
* Makanan cepat saji seperti hamburger
* Roti kemasan dan sereal beraroma
* Kacang panggang kalengan, saus tomat, dan mayones
Sebaliknya, makanan yang tidak diolah atau diproses minimal adalah makanan alami dengan sedikit atau tanpa proses industri. Makanan ini meliputi daging segar seperti sapi, babi, dan ayam, serta buah-buahan dan sayuran.
Dr. W. Taylor Kimberly dari Rumah Sakit Umum Massachusetts, penulis utama studi tersebut, menjelaskan bahwa meskipun pola makan sehat penting untuk kesehatan otak, para ilmuwan masih mencari tahu pilihan makanan spesifik mana yang paling berpengaruh.
Studi
Para peneliti mengamati 30.239 orang berusia 45 tahun ke atas selama rata-rata 11 tahun. Para peserta mengidentifikasi diri mereka sebagai orang kulit hitam atau kulit putih dan menjawab survei tentang pola makan mereka.
Para peneliti menghitung persentase asupan makanan harian mereka yang berasal dari makanan olahan dan membagi mereka menjadi empat kelompok, dari mereka yang paling sedikit makan hingga mereka yang paling banyak makan.
Studi tersebut berfokus pada dua kelompok:
* 14.175 orang dipantau untuk masalah ingatan dan berpikir (gangguan kognitif)
* 20.243 orang dipantau untuk stroke
Tidak ada peserta yang memiliki riwayat masalah kognitif atau stroke pada awal studi.
Apa yang mereka temukan pada akhir penelitian?
* 768 orang didiagnosis dengan gangguan kognitif (masalah memori dan berpikir)
* 1.108 orang terserang stroke
Orang yang mengalami masalah memori mendapatkan sekitar 25,8% asupan makanan harian mereka dari makanan olahan, dibandingkan dengan 24,6% bagi mereka yang tidak mengalami masalah memori.
Setelah disesuaikan dengan faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, dan tekanan darah tinggi, para peneliti menemukan bahwa peningkatan asupan makanan olahan sebesar 10% dikaitkan dengan risiko gangguan kognitif sebesar 16% lebih tinggi.
Di sisi lain, orang yang mengonsumsi lebih banyak makanan yang tidak diolah atau yang diproses secara minimal memiliki risiko gangguan kognitif sebesar 12% lebih rendah.
Untuk stroke, orang yang terserang stroke mengonsumsi sekitar 25,4% makanan mereka dari makanan olahan, dibandingkan dengan 25,1% bagi mereka yang tidak terserang stroke.
Setelah penyesuaian, mengonsumsi lebih banyak makanan olahan dikaitkan dengan risiko stroke 8% lebih tinggi, sementara mengonsumsi lebih banyak makanan yang tidak diolah dikaitkan dengan risiko 9% lebih rendah.
Efek makanan olahan terhadap risiko stroke bahkan lebih kuat di antara peserta berkulit hitam, yang memiliki risiko stroke 15% lebih tinggi saat mengonsumsi lebih banyak makanan ultra-olahan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa cara makanan diolah penting bagi kesehatan otak.
Orang yang mengonsumsi lebih banyak makanan olahan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami masalah memori atau terserang stroke, sementara mereka yang mengonsumsi makanan segar dan kurang diolah memiliki risiko lebih rendah.
Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami mengapa makanan olahan memiliki efek ini.
Dr. Kimberly menekankan bahwa para ilmuwan perlu meneliti bahan-bahan apa saja dalam makanan olahan yang mungkin membahayakan kesehatan otak.
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini hanya melibatkan peserta yang diidentifikasi sebagai orang kulit hitam atau kulit putih, sehingga hasilnya mungkin tidak berlaku untuk kelompok ras atau etnis lain.
Selain itu, karena penelitian ini hanya menunjukkan hubungan antara makanan olahan dan kesehatan otak, penelitian ini tidak membuktikan bahwa makanan olahan secara langsung menyebabkan stroke atau penurunan kognitif.
Sementara para peneliti terus mempelajari efek makanan olahan, studi ini mendukung gagasan bahwa mengonsumsi lebih banyak makanan utuh yang tidak diolah dapat membantu melindungi kesehatan otak.
Perubahan pola makan sederhana—seperti mengganti camilan olahan dengan buah-buahan segar, sayuran, dan daging tanpa lemak—dapat menjadi langkah penting dalam mengurangi risiko kehilangan ingatan dan stroke di kemudian hari.