Heni Nuraeni
Rubrik | 2025-02-11 17:26:36
Oleh :Heni Nuraeni

Seorang warga negara Indonesia (WNI) dilaporkan tewas dan empat lainnya mengalami luka-luka dalam insiden penembakan di perairan Tanjung Rhu, Selangor, Malaysia, pada Jumat dini hari (24/1), sekitar pukul 03.00 waktu setempat. Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu) melalui keterangan yang diterima CNA Indonesia, Senin pagi (27/1), mengonfirmasi peristiwa tersebut, yang melibatkan kapal patroli milik Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM).
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kepolisian Diraja Malaysia (PDRM), APMM menembaki sebuah kapal yang diduga membawa WNI yang hendak meninggalkan Malaysia secara ilegal. Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha, menjelaskan bahwa penembakan dilakukan setelah kapal tersebut menabrak kapal patroli APMM dan penumpangnya diduga melakukan perlawanan.
APMM sedang melakukan patroli, lalu ditabrak oleh kapal ilegal yang kemudian menyerang aparat APMM," ujar Judha. (CNA Indonesia, 27/1/2025).
Judha juga menyebutkan bahwa kondisi gelap saat kejadian mempersulit aparat APMM untuk mengidentifikasi situasi dengan jelas. Setelah ditembaki, kapal tersebut kabur dan ditemukan keesokan harinya di Pantai Banting, Selangor, dengan bekas tembakan.Juda menegaskan pihaknya akan mengirimkan nota diplomatik untuk mendorong penyelidikan terkait insiden ini, termasuk kemungkinan adanya penggunaan kekuatan berlebihan (excessive use of force) oleh pihak APMM.
Seorang warga negara Indonesia dilaporkan tewas dan empat lainnya mengalami luka-luka dalam insiden penembakan di perairan Tanjung Rhu, Selangor, Malaysia, pada Jumat dini hari (24/1). Kementerian Luar Negeri RI (27/1), mengonfirmasi peristiwa tersebut, yang melibatkan kapal patroli milik Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM).
Kasus penembakan Pekerja Migran Indonesia (PMI) sudah berulang kali terjadi, namun belum ada penanganan yang serius dari pemerintah. Kasus ini menyingkap masalah perlindungan PMI yang tidak pernah terselesaikan. Banyak pihak baik dari pemerintah hingga LSM menuntut penyelidikan pada pemerintahan Malaysia, tapi mereka lupa akan kelalaian negara dalam memberi perlindungan kepada PMI.
Berkaca dari kejadian ini, perlindungan PMI masih menjadi PR besar pemerintah padahal jumlah PMI non prosedural mencapai 5 juta orang (data P2MI November 2024), 1.300 PMI meninggal dalam 3 tahun terakhir). Masalah perlindungan PMI adalah masalah multidemensi yang tidak akan bisa diselesaikan dengan satu kementrian baru. Ini karena masalah perlindungan PMI menyangkut masalah tata kelola, pengangguran dalam negeri, sindikat perdaganga global, liberalisasi ketenagakerjaan dan penegakan hukum. Hal yang masih memungkinkan diperbaiki adalah memperkecil jumlah pekerja migran dengan regulasi yang ketat dan meningkatkan peluang lapangan kerja di dalam negeri. Sayangnya pemerintah tidak mampu menyusun langkah ke sana karena arah pembangunan yang kapitalistik, yakni hanya mengejar pertumbuhan.
Kesalahan mendasar dari sulitnya memberi perlindungan pada pekerja migran adalah paradigma negara yang keliru, yakni melihat warga negara sebagai tenaga kerja, penghasil remitansi yang menjadi cadangan devisi yang menguntungkan bagi perdagangan internasional dan pembayaran utang negara. Inilah paradigma kapitalisme yang menjadikan negara akan selalu lemah dalam memberi perlindungan kepada pekerja migran. Penembakan WNI di Malaysia, menyingkap buruknya perlindungan pekerja migran. Lain halnya dengan sistem Islam. Islam memberikan paradigma bahwa warga negara adalah obyek diterapkannya politik ekonomi Islam. Negaralah yang menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar orang-perorang melalui berbagai mekanisme, termasuk adanya lapangan kerja yang mudah sehingga tidak harus menjadi PMI.
Negara dapat memberikan perlindungan terbaik bagi setiap warga negaranya dengan memampukan setiap individu hidup dalam kondisi sejahtera, sehingga warga negara dalam sistem pemerintahan Daulah Islam perlu menjadi pekerja di negara lain. Dengan demikian, setiap individu akan merasakan kesejahteraan yang hakiki yang didambakan karena negara bertanggung jawab penuh terhadap rakyatnya dalam segala bidang.
Oleh sebab itu, hanya Islamlah satu-satunya sistem yang dapat menyelesaikan persoalan ini, bukan sistem yang lain. Islam adalah sistem yang hakiki yang dapat menyelesaikan persoalan umat secara menyeluruh yang membawa keadilan bagi seluruh umat manusia.
Wallahu a'lam bishshowaab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.