Platform Digital dan Peningkatan Mutu Evaluasi Pembelajaran PAI

5 hours ago 5

Oleh : Muhammad Fajrin Haikal*

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan salah satu fondasi penting dalam membentuk karakter peserta didik yang berakhlak mulia, religius, dan bertanggung jawab secara sosial. Evaluasi pembelajaran PAI selama ini sering diidentikkan dengan tes tulis konvensional yang menitikberatkan pada aspek kognitif semata.

Padahal, muatan nilai-nilai spiritual dan sosial dalam PAI menuntut pendekatan evaluasi yang lebih menyeluruh, mencakup dimensi afektif dan psikomotorik. Perubahan paradigma pendidikan di era digital menuntut inovasi dalam aspek evaluasi agar lebih kontekstual dan relevan dengan kebutuhan generasi digital. Di tengah kemajuan teknologi informasi, platform pembelajaran digital hadir sebagai solusi transformasional dalam dunia pendidikan, termasuk untuk pembelajaran PAI.

Digitalisasi evaluasi bukan hanya sekadar bentuk adaptasi teknologi, tetapi juga peluang untuk meningkatkan akurasi, transparansi, dan kebermaknaan asesmen yang dilakukan guru terhadap peserta didik. Maka, menjadi penting untuk mengulas bagaimana peran platform pembelajaran digital dalam meningkatkan mutu evaluasi PAI secara konseptual dan praktis.

Pembelajaran PAI bukan sekadar transmisi pengetahuan agama, melainkan proses internalisasi nilai yang berdampak pada sikap dan perilaku siswa. Oleh karena itu, evaluasi dalam PAI perlu mencakup tiga ranah utama: kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan). Namun, masih banyak praktik evaluasi yang hanya mengandalkan pilihan ganda atau esai tanpa menyentuh dimensi afektif dan psikomotorik secara mendalam.

Di sinilah platform digital berperan. Teknologi dapat digunakan untuk memperkaya bentuk dan pendekatan evaluasi, dari yang sebelumnya satu dimensi menjadi multidimensi. Guru dapat melakukan asesmen reflektif melalui video jurnal, portofolio digital, kuis interaktif, hingga observasi daring melalui rekaman aktivitas. Hal ini sejalan dengan semangat Kurikulum Merdeka yang mendorong pembelajaran berdiferensiasi dan asesmen autentik.

Berbagai platform digital kini tersedia dan dapat dimanfaatkan oleh guru PAI untuk mendukung kegiatan evaluasi yang lebih bervariasi dan terukur. Learning Management System (LMS) seperti Moodle, Google Classroom, atau Edmodo memungkinkan guru memberikan tugas, kuis, diskusi daring, dan mengelola portofolio secara sistematis.

Aplikasi kuis interaktif seperti Quizizz, Kahoot, atau Socrative dapat digunakan untuk melakukan pre-test dan post-test secara menyenangkan namun tetap terstruktur. Platform berbasis video seperti Flipgrid, YouTube, atau Google Drive memungkinkan peserta didik merekam praktik ibadah atau presentasi nilai-nilai keislaman yang kemudian dinilai oleh guru menggunakan rubrik objektif.

Selain itu, e-portfolio dan blog siswa juga menjadi media yang memungkinkan dokumentasi proses dan produk belajar secara berkelanjutan. Dengan menggunakan platform-platform tersebut, guru dapat memperoleh data evaluasi yang lebih komprehensif dan terstruktur, sehingga lebih mudah dalam memberikan umpan balik dan mengambil keputusan pembelajaran selanjutnya.

Penggunaan platform digital membawa sejumlah keunggulan yang relevan bagi peningkatan mutu evaluasi PAI. Salah satunya adalah personalisasi asesmen, di mana platform digital memungkinkan diferensiasi penilaian sesuai dengan kebutuhan, gaya belajar, dan kecepatan belajar siswa. Hal ini sulit dilakukan jika hanya menggunakan metode manual.

Selain itu, dari sisi efisiensi dan transparansi, proses evaluasi dapat dilakukan secara cepat, otomatis, dan dapat diakses kapan pun. Hasil evaluasi pun dapat dilaporkan secara transparan kepada orang tua dan pihak sekolah. Dalam konteks asesmen berbasis proyek dan portofolio, nilai-nilai PAI seperti kejujuran, kerja sama, dan tanggung jawab dapat lebih mudah dinilai melalui proyek kolaboratif dan dokumentasi praktik keagamaan yang diunggah secara digital.

Selanjutnya, adanya pendekatan data-driven decision making memungkinkan guru menganalisis hasil belajar secara kuantitatif dan kualitatif berbasis data, sehingga lebih tepat sasaran dalam merancang tindak lanjut pembelajaran. Selain itu, platform digital juga memfasilitasi monitoring berkala dan longitudinal, di mana evaluasi tidak hanya berorientasi pada hasil akhir, tetapi juga pada perkembangan proses siswa dari waktu ke waktu.

Beberapa sekolah telah mengadopsi teknologi digital untuk mengevaluasi pembelajaran PAI secara kreatif. Sebagai contoh, SMA berbasis pesantren modern di Jawa Barat menggunakan LMS internal untuk mengumpulkan tugas tafsir Al-Qur’an dan refleksi keagamaan siswa dalam bentuk video vlog harian. Di SD Islam integratif di Jakarta, siswa kelas 5 dilibatkan dalam membuat video tutorial tata cara sholat jenazah, kemudian dinilai menggunakan rubrik performatif oleh guru.

Sementara itu, Madrasah Tsanawiyah di Kalimantan Timur memanfaatkan Padlet sebagai media evaluasi kolaboratif melalui tugas kelompok berupa poster digital nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Praktik-praktik ini menunjukkan bahwa evaluasi PAI digital dapat diterapkan dengan fleksibilitas yang tinggi tanpa mengurangi esensi dari nilai-nilai agama yang diajarkan.

Meskipun potensinya besar, implementasi platform digital dalam evaluasi PAI tidak lepas dari berbagai hambatan yang harus diantisipasi. Salah satunya adalah keterbatasan literasi digital guru, di mana banyak guru PAI belum terbiasa menggunakan platform digital secara optimal, sehingga pelatihan dan pendampingan harus menjadi prioritas utama. Selain itu, infrastruktur teknologi yang tidak merata menjadi tantangan besar.

Perbedaan akses internet dan perangkat antara sekolah di perkotaan dan pedesaan menjadi hambatan dalam pemerataan digitalisasi. Tantangan lainnya adalah kurangnya standarisasi instrumen digital. Belum adanya panduan baku tentang rubrik dan kriteria penilaian berbasis digital yang sesuai dengan nilai-nilai PAI menyebabkan guru masih ragu untuk mengadopsi teknologi.

Tidak kalah pentingnya, isu etika dan autentisitas tugas digital juga menjadi perhatian. Kekhawatiran terhadap plagiarisme, rekayasa hasil, dan tidak autentiknya portofolio siswa harus ditangani secara bijak dengan pendekatan pedagogis dan teknologi yang mendukung integritas.

Agar platform pembelajaran digital dapat benar-benar meningkatkan mutu evaluasi PAI, diperlukan strategi penguatan dari berbagai pihak. Salah satu langkah penting adalah integrasi literasi digital dan asesmen berbasis teknologi dalam program diklat guru PAI secara sistemik dan berkelanjutan.

Selain itu, perlu dikembangkan modul evaluasi PAI berbasis digital yang mencakup contoh rubrik penilaian ranah afektif dan psikomotorik serta panduan penggunaan platform-platform edukatif. Kemitraan antara lembaga pendidikan Islam dan startup edutech juga penting dilakukan, agar dapat menciptakan platform evaluasi yang sesuai dengan konteks nilai-nilai Islam.

Guru PAI juga perlu difasilitasi dalam membentuk komunitas praktik digital, agar dapat saling berbagi praktik baik, tantangan, dan solusi. Terakhir, evaluasi harus tetap berbasis nilai. Teknologi tidak boleh menggantikan sentuhan spiritual dan etika dalam pembelajaran, melainkan harus memperkuat penanaman nilai-nilai Islam dengan cara yang lebih kontekstual dan aplikatif.

Platform pembelajaran digital memiliki peran strategis dalam meningkatkan mutu evaluasi PAI di era digital. Dari efisiensi waktu hingga kedalaman analisis nilai, teknologi telah membuka jalan bagi evaluasi yang lebih bermakna dan manusiawi. Namun, transformasi ini harus dibarengi dengan kesiapan sumber daya manusia, kebijakan yang adaptif, serta infrastruktur yang merata.

Guru PAI harus menjadi agen perubahan yang tidak hanya mengajarkan nilai-nilai Islam, tetapi juga mampu memanfaatkannya dalam konteks kekinian yang relevan dengan kehidupan digital peserta didik. Evaluasi yang baik bukan hanya soal mengukur, tetapi juga soal menginspirasi dan mengarahkan pembelajaran menuju perubahan yang lebih baik. Dalam semangat inilah, platform digital dapat menjadi wasilah untuk menanamkan nilai-nilai Islam dengan cara yang inovatif, akuntabel, dan transformatif.

*) Mahasiswa Program Magister Pendidikan Agama Islam Universitas Pendidikan Indonesia Bandung

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |