Soal Pajak BBM, Pramono Berikan Keringanan untuk Kendaraan Pribadi Jadi 5 Persen

4 hours ago 5

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Jakarta Pramono Anung memutuskan untuk memberikan relaksasi pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) atau pajak bahan bakar minyak (BBM). Tarif pajak yang semula ditetapkan sebesar 10 persen untuk kendaraan pribadi diputuskan menjadi 5 persen.

Pramono mengatakan, pihaknya telah menggelar rapat untuk membahas masalah pajak BBM. Menurut dia, tarif BBM sebesar 10 persen sudah bukan merupakan hal yang baru. Meski begitu, ia mengeklaim, Gubernur memiliki kewenangan untuk melakukan diskresi terkait tarif pajak tersebut.

"Sehingga demikian, kemarin saya sudah memutuskan untuk Jakarta kami akan memberikan relaksasi ataupun kemudahan, ataupun diskon yang dulu dipungut 10 persen menjadi 5 persen untuk kendaraan pribadi, dan 2 persen untuk kendaraan umum," kata dia, di Balai Kota Jakarta, Rabu (23/4/2025).

Menurut dia, hal itu telah menjadi keputusannya. Keputusan itu juga akan disosialisasikan kepada warga Jakarta. Ia bahkan akan menuangkan keputusan itu dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Jakarta. "Itu lah yang menjadi keputusan Gubernur Jakarta dan akan disosialisasikan Pergubnya akan segera dibuat," ujar Pramono.

Mengutip situs web bapenda.jakarta.go.id, Pemprov Jakarta telah mengeluarkan regulasi tentang pajak daerah melalui Perda Nomor 1 Tahun 2024, yang merupakan tindak lanjut dari UU Nomor 1 Tahun 2022. Salah satu jenis pajak yang diatur di sini adalah PBBKB.

PBBKB merupakan pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor dan alat berat. Bahan bakar yang dimaksud mencakup semua jenis bahan bakar cair atau gas yang digunakan oleh kendaraan bermotor atau alat berat.

Sementara itu, objek PBBKB adalah penyerahan bahan bakar kendaraan bermotor dari penyedia (seperti SPBU atau produsen bahan bakar) kepada konsumen alias pengguna kendaraan. Penyedianya bisa produsen, importir, atau bahkan penyedia yang menggunakan bahan bakarnya sendiri.

Dalam situs itu juga dijelaskan bahwa subjek PBBKB adalah konsumen bahan bakar kendaraan bermotor atau masyarakat yang mengisi BBM. Selain itu, penyedia bahan bakar, seperti produsen atau importir, juga menjadi subjek PBBKB. "Proses pemungutan PBBKB ini dilakukan langsung oleh penyedia bahan bakar," tulis keterangan dalam situs itu.

Adapun dasar pengenaan pajak dihitung dari nilai jual bahan bakar sebelum dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Artinya, yang jadi acuan adalah harga pokok bahan bakarnya.

Sementara itu, Staf Khusus Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta, Chico Hakim, mengatakan PBBKB adalah pajak atas konsumsi BBM. Menurut dia, PBBKB bukan pajak baru, melainkan sudah diatur sejak dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997.

"Namun ada reformulasi nomenklatur melalui UU HKPD (UU 1/2022), sehingga pemda mengatur ulang subjek, tarif, dan tata cara sesuai UU. PBBKB merupakan kewenangan provinsi dan dipungut oleh penyedia BBM, dalam hal ini Pertamina," kata dia melalui keterangannya.

Chico menilai, tujuan pengenaan PBBKB adalah pengendalian konsumsi BBM. Selain itu, PBBKB juga memberi sumber pendapatan bagi daerah untuk mengatasi dampak penggunaan kendaraan bermotor.

Ia menjelaskan, dalam UU Nomor 1 Tahun 2022, rentang tarif PBBKB ditentukan sampai 10 persen. Sementara, dalam UU lama diatur tarif maksimal 5 persen.

Pemprov Jakarta bersama DPRD disebut telah sepakat untuk menerbitkan Perda Nomor 1 Tahun 2025 yang mengatur pengenaan PBBKB 10 persen dan 5 persen untuk kendaraan umum dan transportasi nelayan. "Saat ini terdapat 14 provinsi yang mengenakan tarif tertinggi 10 persen," kata dia.

Meski demikian, dengan mencermati perkembangan ekonomi nasional yang melambat dan butuh dukungan, UU HKPD mengatur Pemda dapat memberikan insentif fiskal melalui skema Pajak Ditanggung Pemerintah (DTP). Hal itu diharapkan dapat mengurangi beban masyarakat.

"Gubernur mempunyai kewenangan memberikan insentif dimaksud dan cukup dengan menerbitkan Keputusan Gubernur. Hal ini juga disediakan ruang di Perda 1/2025. Merespon aspirasi dan situasi yang ada, Pemprov DKI akan mendengarkan aspirasi dan berkoordinasi dengan stakeholders untuk mendapatkan masukan yang tepat mengenai skema dan besaran insentif fiskal yang dapat diberikan," kata Chico.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |