Amnesty Simpulkan Israel Lakukan Genosida, Ini Dasarnya

3 weeks ago 45

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Laporan Amnesty International menyimpulkan bahwa perang Israel melawan Hamas di Jalur Gaza merupakan kejahatan genosida berdasarkan hukum internasional. Hal ini merupakan kesimpulan pertama oleh organisasi hak asasi manusia besar dalam agresi brutal yang telah berlangsung lebih dari dua tahun.

Laporan setebal 32 halaman yang meneliti peristiwa di Gaza antara Oktober 2023 hingga Juli 2024, yang diterbitkan pada Kamis, menemukan bahwa Israel “dengan nekat, terus menerus dan dengan impunitas total… melancarkan serangan besar-besaran” terhadap 2,3 juta penduduk Jalur Gaza. Amnesty juga mencatat bahwa serangan ke Israel oleh pejuang Palestina pada 7 Oktober 2023 tak bisa dipakai untuk membenarkan genosida.

Amnesty mengatakan laporan tersebut didasarkan pada kerja lapangan, wawancara dengan 212 orang, termasuk korban, saksi dan petugas kesehatan di Gaza. Selain itu juga analisis bukti visual dan digital yang luas, dan lebih dari 100 pernyataan dari pemerintah Israel dan aktor militer yang menurut mereka merupakan “wacana yang tidak manusiawi.” Laporan ini juga menggunakan bukti video dan foto tentara yang melakukan atau merayakan kejahatan perang.

“Israel telah melakukan tindakan yang dilarang berdasarkan Konvensi Genosida, yaitu membunuh, menyebabkan kerugian fisik atau mental yang serius, dan dengan sengaja memberikan kondisi kehidupan kepada warga Palestina di Gaza yang diperhitungkan akan mengakibatkan kehancuran fisik,” bunyi kesimpulan laporan itu. Menurut Amnesty, Israel juga “punya niat khusus untuk menghancurkan warga Palestina” di Gaza.

The Guardian melansir, laporan ini menandai pertama kalinya Amnesty menyimpulkan kejahatan genosida selama konflik yang sedang berlangsung. Laporan juga didasarkan pada laporan pada Maret oleh pelapor khusus PBB untuk Palestina yang menyimpulkan “ada alasan yang masuk akal untuk percaya” Israel melakukan genosida terhadap warga Palestina.

“Temuan kami yang menyedihkan harus menjadi peringatan: ini adalah genosida dan harus dihentikan sekarang,” kata Agnès Callamard, sekretaris jenderal kelompok tersebut, dalam konferensi pers pada Rabu.

Amnesty menyebutkan adanya hambatan yang disengaja terhadap bantuan dan pasokan listrik serta kerusakan besar, kehancuran dan pengungsian paksa. Ini menyebabkan runtuhnya sistem air, sanitasi, makanan dan layanan kesehatan, dalam apa yang disebut sebagai “pola perilaku” dalam konteks krisis kemanusiaan dalam pendudukan dan blokade Gaza.

“Kami tidak serta merta berpikir bahwa kami akan sampai pada kesimpulan ini. Kami tahu ada risiko genosida, seperti yang dikatakan oleh pengadilan internasional,” ujar Budour Hassan, peneliti Amnesty Israel dan wilayah Palestina yang diduduki kepada Guardian. “Tapi jika kita menggabungkan titik-titik tersebut, totalitas buktinya menunjukkan bukan hanya terjadi pelanggaran hukum internasional. Ini adalah sesuatu yang lebih dalam.”

Dalam laporannya, Amnesty menunjukkan sejumlah bukti utama terkait genosida di Gaza. Pertama, skala dan besarnya serangan militer di Gaza belum pernah terjadi sebelumnya. Hal itu telah menyebabkan kematian dan kehancuran dengan kecepatan dan tingkat yang tidak tertandingi dalam konflik abad ke-21 lainnya. Sejauh ini, sebanyak 44.500 warga Gaza, kebanyakan anak-anak perempuan telah syahid akibat serangan Israel. Sementara 66 persen bangunan di Gaza telah hancur.

Bukti genosida selanjutnya, menurut Amnesty, ada niat untuk menghancurkan Gaza. Hal ini disimpulkan setelah mempertimbangkan dan mengabaikan argumen-argumen seperti kecerobohan Israel dan pengabaian yang tidak berperasaan terhadap kehidupan warga sipil dalam upaya mengejar Hamas.

Menurut Amnesty, Israel juga membunuh dan menyebabkan kerugian fisik atau mental yang serius dalam serangan langsung yang berulang-ulang terhadap warga sipil dan infrastruktur sipil, atau serangan yang disengaja dan tidak pandang bulu.

Serangan Israel disebut berdampak pada kehancuran fisik, seperti hancurnya infrastruktur medis, terhambatnya bantuan, dan penggunaan “perintah evakuasi” yang sewenang-wenang dan menyeluruh secara berulang-ulang bagi 90 persen penduduk ke wilayah yang tidak sesuai.

“Sebagai kekuatan pendudukan, Israel secara hukum berkewajiban menyediakan kebutuhan penduduk yang diduduki,” Kristine Beckerle, penasihat tim Amnesty Timur Tengah dan Afrika Utara, mengatakan pada Rabu. Dia menggambarkan serangan Israel pada bulan Mei di Rafah, yang sampai saat itu merupakan tempat terakhir yang relatif aman di wilayah tersebut, sebagai titik balik besar dalam menentukan niat genosida.

“[Israel] telah menjadikan Rafah sebagai titik bantuan utama, dan mereka tahu warga sipil akan pergi ke sana. ICJ (Mahkamah Internasional) memerintahkan Israel untuk berhenti namun mereka tetap melanjutkan serangannya,” katanya. “Rafah adalah kuncinya.”

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |