Nendi Zaelani
Edukasi | 2025-05-07 15:33:19

REPUBLIKA.CO.ID - Penyebaran informasi global sering kali menjauhkan budaya lokal dari dunia maya di era digital yang serba cepat ini. Namun, sosok Kang Dedi Mulyadi hadir sebagai pengecualian yang mencolok dari derasnya konten berbahasa Indonesia formal, bahkan asing, di media sosial. Tokoh asal Jawa Barat ini terkenal karena hubungannya dengan masyarakat dan penggunaan bahasa Sunda sebagai bahasa utama untuk berkomunikasi di berbagai platform online.
Kang Dedi sering membagikan momen-momen interaksinya dengan orang-orang di sekitarnya, terutama mereka yang tinggal di desa, melalui akunnya di YouTube, TikTok, dan Instagram. Sangat menarik bahwa hampir semua percakapan terjadi dalam bahasa Sunda, tanpa terjemahan. Bukan untuk menghilangkan penonton luar, tetapi untuk menunjukkan bahwa bahasa Sunda tetap relevan dan dapat digunakan setiap hari.
Dalam suatu unggahan videonya, Kang Dedi pernah berkata "Lamun urang henteu ngajaga basa sorangan, saha deui nu rek ngajaga? Basa teh lain ukur alat komunikasi, tapi oge warisan budaya nu kudu dijaga." ("Kalau kita tidak menjaga bahasa kita sendiri, siapa lagi yang akan menjaga? Bahasa itu bukan sekadar alat komunikasi, tetapi juga warisan budaya yang harus dirawat."
Pernyataan Kang Dedi menunjukkan kesadaran yang kuat tentang pentingnya pelestarian bahasa daerah. Ia berharap bahasa Sunda tidak hanya diajarkan di sekolah atau ditampilkan di acara seremonial, tetapi juga digunakan dalam percakapan sehari-hari, termasuk di lingkungan digital, yang sekarang menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat modern. Kontennya yang humanis dan dekat dengan rakyat kecil menunjukkan bahwa bahasa Sunda dapat menjadi jembatan empati. Tidak hanya untuk menyapa, Kang Dedi menggunakan bahasa Sunda untuk mendengarkan, memahami, dan memberikan solusi. Bahasa Sunda menjadi identitas budaya dan alat pengabdian sosial. Konsekuensi dari konsistensi ini tidak boleh diabaikan. Setelah menonton konten Kang Dedi, banyak anak muda yang mengatakan mereka lebih nyaman menggunakan bahasa Sunda. Interaksi dalam bahasa Sunda antar warganet sering terlihat di kolom komentar videonya, yang menunjukkan bahwa bahasa ini mulai mendapatkan kembali tempatnya di kalangan generasi muda.
Namun, ada beberapa audiens yang tidak memahami bahasa Sunda sepenuhnya karena mereka berasal dari luar Jawa Barat. Dengan demikian, saya percaya bahwa Kang Dedi Mulyadi harus memberikan terjemahan khusus untuk konten videonya di platform sosial media. Meskipun platform seperti Facebook dan YouTube menawarkan fitur terjemahan khusus, ini tidak terlalu efektif karena sering terjadi kekeliruan dalam terjemahan bahasa sunda yang membuat penonton kebingungan dalam menerjemahkan bahasa yang disampaikan oleh Kang Dedi Mulyadi. Dengan itu diperlukannya kebijakan media apabila seseorang mengunggah video dalam bahasa lokal daerahnya, harus ada terjemahan di bawah video tersebut.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.