Jimly: Semua Partai Tak Setuju Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah

22 hours ago 10
Gedung Mahkamah Konstitusi. Gedung Mahkamah Konstitusi.

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Mantan ketua Mahkamah Konstitusi, Prof Jimly Asshiddiqie menyampaikan, banyak yang tak sepakat dengan putusan MK soal pemisahan Pemilu nasional dan daerah.

Meski demikian, ia meminta seluruh pihak mengikuti putusan yang telah mengikat tersebut.

Jimly menyampaikan, semua partai politik peserta pemilu tidak terima putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024.

Putusan itu mengabulkan gugatan Yayasan Perludem terkait pelaksanaan pemilu tingkat nasional dan daerah dipisah. Hal itu karena putusan MK sebelumnya mengamanatkan pemerintah menggabungkan pemilu nasional dan daerah.

Dengan putusan MK itu maka mulai 2029, pelaksanaan pemilu nasional dan daerah tidak digelar bareng.

Menurut Jimly, Presiden RI sekaligus Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto ikut geram dengan putusan MK tersebut.

"Semua partai sekarang ini bersatu marah-marah, eksekutif sama, Prabowo marah juga," ucap Jimly saat menjadi pembicara seminar bertajuk 'Redesain Sistem Pemilu Pasca Putusan MK' di The Tavia Heritage Hotel, Jakarta Pusat, Kamis (31/7/2025).

Jimly membagikan pengalamannya kala bertemu Menteri ESDM sekaligus Ketua Umum DPP Partai Golkar, Bahlil Lahadalia. Sebagai guru besar tata negara Universitas Indonesia (UI), ia menasihati Bahlil agar Golkar ikut menaati putusan MK.

"Saya ketemu sama Ketua Umum Golkar diskusi di kantornya. Saya jelaskan, kamu kan KAHMI sudah tahu cara bekerjanya, HMI zaman dulu. Ini hanya permainan hidup, nggak usah terlalu serius kalian ini partai-partai marah semua sama MK ini, gitu lho," kata Jimly.

Ia berpesan agar semua elite parpol di Senayan menerima konsekuensi putusan MK yang bersifat final dan mengikat.

"Sudah diputus MK ya kita ikut saja, suka ga suka. Dan putusan kemarin itu, dihormati sembilan orang, tak ada dissenting opinion, artinya utuh," ucap Jimly.

Ia memahami, elite parpol tidak suka dengan putusan MK yang dianggap merebut kewenangan DPR.

"Maka yang dihadapi itu kemarahan eksekutif, pemerintah, semua pimpinan partai tidak suka mereka itu umumnya merasa 'lho tugas saya kok kewenangan saya kok diambil alih oleh MK gitu. Ada yang bilang itu melanggar konstitusi ya biarin saja gak papa kan sudah diputus, implementasinya gimana, tak usah diperdebatkan," kata Jimly.

PDIP Tolak Pemilihan Kepala Daerah Lewat DPRD

Ketua DPP PDIP Deddy Yevri Hanteru Sitorus menegaskan posisi partainya dalam rencana revisi UU Pemilu. Ia menyampaikan PDIP tetap ingin agar suara rakyat tidak digantikan atau dialihkan dalam Pemilu.

Deddy menyebut Revisi UU Pemilu memang belum dibahas di DPR.

Tapi ia menjamin sikap PDIP bahwa pemilihan langsung oleh rakyat untuk kepala daerah merupakan buah reformasi yang mesti dijunjung.

"Jadi sungguh aneh kalau kemudian hak rakyat untuk menentukan pemilihnya lalu diambil dan diserahkan pada segelintir elit yang ada di DPRD. Jadi kalau untuk pemilihan kepala daerah, bupati, wali kota, sejauh ini kami tetap pada posisi harus menjadi hak rakyat. Jadi tidak dipilih oleh DPRD," kata Deddy saat ditemui awak media, pada Kamis (31/7/2025).

Deddy tak sepakat kalau Revisi UU Pemilu membuat pemilihan kepala daerah dilakukan lewat DPRD. Sebab hal ini pernah menjadi noda demokrasi selama Orde Baru.

"Kita juga punya kekhawatiran kalau pemilihan itu dilakukan oleh DPRD tetapi instrumen-instrumen negara, aparatur-aparatur kekuasaan ikut cawe-cawe itu juga akan sangat berdampak pada stabilitas politik nasional," ujar Anggota Komisi II DPR RI itu.

Sehingga Deddy meyakini hak pilih warga tak boleh dicabut dalam pemilihan kepala daerah wajib. Tujuannya guna memastikan roda demokrasi berputar sesuai prinsipnya

"Karena itu paling aman tetap pada pemilihan kepala daerah oleh rakyat," ujar Deddy.

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar menyebut ada dua hal yang menjadi kesimpulan PKB dalam pengkajian ulang pemilihan kepala daerah secara langsung.

Cak Imin mengatakan PKB ingin ada dua pola dalam pemilihan kepala daerah, yakni gubernur dipilih oleh pemerintah pusat dan bupati dipilih oleh rakyat melalui DPRD.

Hal itu disampaikan Cak Imin dalam pidatonya di acara puncak Harlah ke-27 PKB di Jakarta, Rabu (23/7). Cak Imin mengklaim usulan tersebut sudah disampaikan langsung ke Presiden RI Prabowo Subianto.

Republika

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |