Khadijah Alimuddin
Agama | 2025-06-15 05:09:14

Pelaksanaan ibadah haji 2025 menghadapi berbagai permasalahan serius, mulai dari pembatalan visa secara sepihak hingga tindakan ilegal yang merugikan jemaah. Salah satu kasus menimpa seorang jemaah asal Indonesia bernama Heri yang gagal menunaikan ibadah haji karena visanya dibatalkan tanpa penjelasan resmi dari pihak berwenang, sehingga ia harus pulang ke tanah air hanya mengenakan pakaian ihram1. Peristiwa ini mencerminkan lemahnya perlindungan terhadap jemaah dan kurangnya koordinasi antara penyelenggara haji dengan otoritas Arab Saudi.
Di sisi lain, otoritas Arab Saudi meningkatkan pengawasan ketat terhadap jemaah ilegal, termasuk menahan warga negara Indonesia yang mencoba menyelundupkan jemaah tanpa visa resmi ke Makkah2. Penangkapan ini menunjukkan bahwa masih ada oknum yang memanfaatkan keinginan masyarakat untuk berhaji dengan jalan pintas, yang pada akhirnya menimbulkan risiko hukum dan keselamatan bagi para jemaah itu sendiri. Praktik semacam ini juga mencoreng reputasi Indonesia sebagai salah satu negara pengirim jemaah haji terbesar di dunia.
Menanggapi berbagai persoalan tersebut, Tim Pengawas Haji DPR (Timwas Haji) menemukan sejumlah kelemahan dalam penyelenggaraan haji 2025, seperti pengelolaan visa yang tidak transparan, kurangnya edukasi kepada jemaah mengenai prosedur resmi, serta lemahnya pengawasan terhadap agen perjalanan haji34. Dalam laporan resminya, Timwas merekomendasikan pembenahan sistem perekrutan dan pemberangkatan jemaah serta peningkatan kerja sama diplomatik dengan Arab Saudi agar kejadian serupa tidak terulang. Masalah-masalah ini menggarisbawahi pentingnya reformasi menyeluruh dalam sistem penyelenggaraan haji Indonesia.
Kisruh haji akibat kurangnya peran Negara
Lebih jauh, kekisruhan dalam pelaksanaan haji tahun ini tidak bisa dilepaskan dari lemahnya peran negara dalam menjamin kemaslahatan ibadah bagi warganya. Pemerintah semestinya menjadi penanggung jawab utama dalam memastikan bahwa penyelenggaraan haji berjalan tertib, aman, dan manusiawi. Namun kenyataannya, banyak aspek penting dari proses ini dibiarkan dikelola secara serampangan, sehingga puncak ibadah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) justru berubah menjadi titik krisis.
Meskipun beberapa pihak menyalahkan kebijakan baru pemerintah Arab Saudi—seperti sistem visa elektronik dan pembatasan akses wilayah—sebagai penyebab utama, akar persoalan justru berada di dalam negeri. Penanganan yang minim koordinasi, minim edukasi, serta ketidaktegasan dalam mengatur biro perjalanan, menunjukkan bahwa masalahnya tidak hanya teknis tetapi juga menyentuh persoalan paradigma tata kelola haji itu sendiri.
Paradigma tersebut terlihat dari kecenderungan negara membiarkan ibadah haji dikapitalisasi secara besar-besaran oleh swasta dan biro travel tanpa kontrol yang memadai. Dalam situasi ini, ibadah yang mestinya dilandasi semangat pelayanan dan keikhlasan malah bergeser menjadi komoditas. Ketika tanggung jawab negara terhadap penyelenggaraan haji dilepas, yang terjadi bukan hanya kekacauan teknis, tetapi juga krisis moral dan struktural dalam manajemen ibadah umat Islam terbesar di dunia ini.
Solusi komprehensif Islam dalam menghadapi masalah penyelenggaraan Haji
Dalam ajaran Islam, haji adalah salah satu dari lima rukun Islam yang wajib ditunaikan oleh setiap Muslim yang mampu secara fisik dan finansial. Karena itu, penyelenggaraan ibadah haji tidak bisa dianggap sebagai urusan administratif semata, tetapi merupakan bagian dari kewajiban syar’i yang membutuhkan peran aktif dan penuh tanggung jawab dari negara sebagai pelayan umat.
Islam menetapkan bahwa negara bertanggung jawab sepenuhnya dalam memastikan jemaah dapat menunaikan ibadah haji dengan mudah, aman, dan khusyuk. Ini meliputi penyediaan fasilitas seperti akomodasi yang layak, tenda yang nyaman dan memadai di Armuzna, transportasi yang efisien, layanan kesehatan, serta kebutuhan konsumsi yang memadai selama berada di tanah suci. Dalam pandangan Islam, pemimpin negara adalah ra’in (pengurus) yang wajib mengurus seluruh urusan rakyat, termasuk penyelenggaraan haji. Dengan paradigma ini, ibadah haji tidak boleh diserahkan pada mekanisme pasar atau dikuasai biro swasta, melainkan harus ditangani langsung oleh negara dengan orientasi pelayanan, bukan keuntungan.
Dalam sistem Islam, negara tidak hanya menyediakan birokrasi dan mekanisme layanan terbaik bagi para tamu Allah, tetapi juga menjamin semua ini terlaksana di bawah satu kepemimpinan tunggal yang menaungi seluruh negeri-negeri Muslim. Jika saat ini pengurusan ibadah haji berada di bawah otoritas Arab Saudi sebagai pengelola Haramain, idealnya pengelolaan ini dilakukan dalam bingkai kepemimpinan Islam global (Khilafah), yang mampu menyatukan umat Islam lintas negara dan menjadikan pelayanan haji sebagai proyek ukhrawi, bukan diplomatik atau politis.
Layanan ibadah haji yang paripurna memang hanya mungkin diwujudkan bila negara memiliki kekuatan finansial dan struktur ekonomi yang kokoh. Dalam sistem Khilafah, keuangan negara ditopang oleh sistem ekonomi Islam yang adil dan produktif, yang memungkinkan Baitulmal—kas negara Islam—dipenuhi dari berbagai sumber syariah seperti zakat, fai’, kharaj, jizyah, dan pengelolaan kekayaan alam secara kolektif. Ketika negeri-negeri Muslim bersatu dalam satu sistem pemerintahan yang syar’i dan solid, maka kekuatan ini akan menjamin ibadah haji terselenggara secara optimal, tidak hanya bagi jemaah dari satu negara, tetapi bagi seluruh umat Islam di dunia.
Catatan kaki:
- Republika. "Haji Gagal karena Visa Dibatalkan Sepihak, Heri Pulang Hanya Pakai Ihram." https://khazanah.republika.co.id/berita/sx7ym6366/haji-gagal-karena-visa-dibatalkan-sepihak-heri-pulang-hanya-pakai-ihram ↩
- BeritaSatu. "Arab Saudi Tangkap WNI Bawa Jemaah Ilegal Saat Coba Masuk Makkah." https://www.beritasatu.com/internasional/2894051/arab-saudi-tangkap-wni-bawa-jemaah-ilegal-saat-coba-masuk-makkah ↩
- Tempo. "Tim Pengawas Beberkan Masalah Pelaksanaan Haji 2025." https://www.tempo.co/politik/tim-pengawas-beberkan-masalah-pelaksanaan-haji-2025-1673246 ↩
- Tempo. "Ini Temuan Timwas Haji DPR dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji 2025." https://www.tempo.co/politik/ini-temuan-timwas-haji-dpr-dalam-penyelenggaraan-ibadah-haji-2025-1632905 ↩
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.