Obesitas dan Kelebihan Berat Badan di Kalangan Anak-anak Serta Remaja

2 months ago 55

Image Shafa Nur Amalia

Gaya Hidup | 2024-12-01 14:32:12

Saat ini, Indonesia menghadapi tantangan gizi ganda, yaitu masalah gizi kurang yang belum sepenuhnya terselesaikan dan kemunculan masalah gizi lebih. Kelebihan gizi, yang dapat menyebabkan obesitas, terjadi pada berbagai kelompok usia, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan antara energi yang dikonsumsi dan energi yang dibutuhkan tubuh untuk berbagai fungsi biologis, seperti pertumbuhan, perkembangan, aktivitas fisik, dan pemeliharaan kesehatan.

Pada anak-anak, obesitas dapat meningkatkan risiko terkena diabetes mellitus (DM) tipe 2. Selain itu, obesitas pada masa anak-anak sering berlanjut hingga dewasa dan berpotensi menyebabkan gangguan metabolisme glukosa serta penyakit degeneratif seperti penyakit jantung dan penyumbatan pembuluh darah. Obesitas pada anak usia 6-7 tahun juga dapat berdampak pada penurunan tingkat kecerdasan karena aktivitas dan kreativitas mereka berkurang, serta kecenderungan untuk menjadi kurang aktif akibat berat badan berlebih.

Jika kondisi kelebihan energi ini (positive energy balance) berlangsung dalam waktu yang lama, maka obesitas dapat terjadi. Obesitas pada anak diidentifikasi melalui indeks massa tubuh (IMT) yang berada di atas persentil ke-95 pada grafik tumbuh kembang sesuai jenis kelamin. Beberapa penyebab obesitas pada anak meliputi konsumsi makanan berlebih, terutama dari makanan olahan instan, minuman bersoda, makanan jajanan seperti burger, pizza, hot dog, dan makanan siap saji lainnya. Pola makan tidak sehat sejak bayi juga dapat berkontribusi terhadap risiko obesitas.

Obesitas juga dapat terjadi pada anak yang saat bayi tidak dibiasakan mengonsumsi air susu ibu (ASI) dan diberikan susu formula dengan jumlah yang melebihi kebutuhan. Hal ini dapat menyebabkan kelebihan berat badan pada usia 4-5 tahun. Kondisi ini semakin buruk jika anak memiliki kebiasaan mengonsumsi jajanan tidak sehat yang tinggi kalori tanpa diimbangi asupan sayur dan buah yang cukup sebagai sumber serat. Anak usia 5-7 tahun merupakan kelompok yang rentan mengalami gizi lebih, sehingga penting untuk memperhatikan pola makan mereka. Pola makan pada masa ini akan membentuk kebiasaan makan di masa mendatang.

Survei tahun 2016 menunjukkan bahwa lebih dari 340 juta anak dan remaja berusia 5-19 tahun di dunia mengalami obesitas (WHO, 2020). Selama periode 2000 hingga 2017, tercatat sebanyak 38,3 juta anak mengalami kelebihan berat badan secara global, dengan peningkatan prevalensi dari 4,9% pada tahun 2000 menjadi 5,6% pada tahun 2017 (UNICEF, 2018). Di Indonesia sendiri, lebih dari 2 juta anak mengalami obesitas atau berat badan berlebih (UNICEF, 2020). Prevalensi obesitas pada anak usia 5-12 tahun, yang dihitung menggunakan perbandingan indeks massa tubuh dengan usia (IMT/U), mengalami kenaikan dari 8,8% menjadi 9,2%. Pada remaja usia 16-18 tahun, prevalensi obesitas meningkat dari 1,6% menjadi 4,0%, sementara prevalensi berat badan berlebih naik dari 5,7% menjadi 9,5%.

Pencegahan Obesitas Pada Anak

Upaya pencegahan dan penanganan obesitas pada anak perlu melibatkan peran aktif seluruh anggota keluarga, lingkungan sekitar, tenaga kesehatan, hingga pemerintah. Program kesehatan anak harus diterapkan secara menyeluruh di semua tingkat layanan kesehatan. Pencegahan obesitas dilakukan melalui tiga tahapan: primer, sekunder, dan tersier.

Pencegahan primer berfokus pada edukasi kepada orang tua mengenai pentingnya menjalani gaya hidup sehat dan menghindari faktor risiko obesitas. Pencegahan sekunder bertujuan untuk mendeteksi peningkatan jaringan adiposa pada anak di bawah usia 5 tahun. Sementara itu, pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah munculnya komplikasi atau penyakit kronis akibat obesitas melalui terapi yang dilakukan sejak dini pada anak yang mengalami obesitas. Tenaga kesehatan memiliki peran penting dalam memberikan edukasi kepada orang tua tentang pentingnya pemenuhan nutrisi seimbang untuk anak serta memastikan informasi tersebut diterapkan secara efektif oleh orang tua.

Anak sebaiknya diberikan jadwal makan yang teratur, terdiri dari tiga kali makan utama dan dua camilan sehat, seperti buah-buahan, setiap hari. Orang tua juga perlu membatasi konsumsi makanan tinggi kalori, seperti makanan cepat saji dan camilan asin, serta minuman dengan pemanis buatan. Selain itu, orang tua perlu mendorong anak untuk rutin sarapan dan menghindari memaksakan konsumsi satu jenis makanan saja.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |