Pakar IPB: Indonesia Harus Berhenti Jadi Penonton dalam Ekonomi Halal

5 hours ago 5

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pakar ekonomi syariah dari IPB University Irfan Syauqi Beik menegaskan Indonesia belum menjadi pemain utama dalam industri halal global, meski menjadi tiga besar dalam laporan ekonomi Islam dunia. Ia menilai Indonesia masih lebih banyak berperan sebagai pasar konsumsi ketimbang sebagai produsen.

“Indonesia, Alhamdulillah tetap bertahan pada posisi tiga besar, dengan skor yang meningkat dibandingkan dengan skor tahun lalu. Kita patut bersyukur. Namun saya berharap kita jangan berpuas diri, karena dari sisi supply-nya kita belum terlalu dominan,” ujar Irfan menanggapi State of Global Islamic Economy (SGIE) Report 2024/2025 kepada Republika, Rabu (9/7/2025).

Menurut Irfan, potensi Indonesia sebagai pasar halal memang besar, namun belum dibarengi dengan kapasitas produksi dan ekspor yang kuat. “Fokus kita adalah bagaimana memperkuat posisi Indonesia sebagai produsen utama sehingga cuan atau manfaat ekonomi industri halal bisa dinikmati lebih besar lagi oleh Indonesia,” tegasnya.

Laporan SGIE 2024/2025 yang dirilis oleh Bappenas, Indonesia Halal Lifestyle Center (IHLC) dan DinarStandard mencatat belanja konsumen Muslim global pada sektor-sektor halal utama mencapai 2,43 triliun dolar AS pada 2023. Angka ini diproyeksikan meningkat menjadi 3,36 triliun dolar AS pada 2028, tumbuh rata-rata 5,3 persen per tahun.

Di tengah tren positif itu, Irfan mengingatkan Indonesia belum sepenuhnya mampu menangkap peluang ekonomi secara maksimal. Ia menyoroti sektor pariwisata ramah Muslim sebagai contoh, di mana Indonesia hanya mampu menarik kurang dari 20 persen wisatawan yang mengunjungi destinasi halal di Malaysia. Padahal, Indonesia berada di peringkat kedua untuk kategori Muslim-friendly travel.

“Apakah kita sudah jadi produsen utama industri pariwisata halal? Jawabannya belum. Jadi ini bukan soal branding saja, tapi bagaimana benar-benar mengisi pasar halal dunia dengan produk dan layanan kita sendiri,” ujar Irfan.

Ia juga menyinggung pengaruh konflik Israel-Palestina terhadap perubahan perilaku konsumen Muslim global. Menurutnya, kini konsumen tak hanya menilai kehalalan produk, tetapi juga posisi etis dan afiliasi produsen dalam isu kemanusiaan.

“Situasi geopolitik telah menciptakan perubahan pada sisi preferensi konsumen. Meskipun suatu produk itu halal, tapi ketika ia terafiliasi dengan Israel, maka ada kecenderungan penurunan dari sisi permintaan terhadap produk-produk halal yang terafiliasi dengan Israel tersebut,” jelasnya.

Ia mencontohkan adanya boikot konsumen terhadap beberapa produk makanan cepat saji dan minuman kopi global, yang kemudian digantikan dengan produk lokal atau alternatif dari negara mayoritas Muslim.

Meski menghadapi ketegangan global, Irfan mencatat bahwa industri halal tetap mencatat pertumbuhan sebesar 5,5 persen pada 2023. Hal ini menjadi peluang besar bagi pelaku usaha di Indonesia untuk meningkatkan kualitas dan daya saing produk halal nasional.

“Nilai industri halal terus naik hingga 4,3 triliun dolar. Ini memberikan opportunity yang besar bagi para pelaku usaha industri halal untuk meningkatkan kualitas produk dan layanannya, juga untuk terus melakukan penetrasi ke pasar global,” kata Irfan.

Namun tantangan Indonesia tetap nyata. Dalam laporan SGIE tahun ini, posisi Indonesia dalam sektor makanan halal justru turun dari peringkat kedua menjadi peringkat keenam. Penurunan ini mencerminkan perlunya penguatan dari sisi produksi dan inovasi, bukan hanya sebagai pasar konsumtif.

Kepala Bappenas Rachmat Pambudy menyampaikan, penguatan ekonomi syariah telah dimasukkan sebagai salah satu program prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029. Salah satu target strategisnya adalah mendorong Indonesia mencapai posisi pertama dalam pemeringkatan Global Islamic Economy Index.

Adapun Wakil Presiden RI ke-13 Ma’ruf Amin mengingatkan laporan SGIE adalah pengingat akan tanggung jawab dan peluang besar Indonesia dalam memimpin pembangunan ekonomi syariah yang inklusif dan berkelanjutan.

“Intinya, kita bersyukur performa kita berdasarkan SGIE sudah sangat baik, nomor tiga. Tapi kita sekarang harus lebih fokus untuk menjadi produsen utama industri halal global,” tegas Irfan.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |