Pendidikan Bermutu untuk Siapa ?

3 weeks ago 23

Image Odjie Samroji

Guru Menulis | 2025-06-15 10:54:58

Ilustrasi Siswa di dalam kelas yang sederhana | Gambar : Pixabay.com

Pertanyaan ini seharusnya tidak perlu ada jika kita hidup dalam sistem yang adil. Tapi kenyataannya, pertanyaan ini justru menjadi cermin dari kondisi pendidikan kita hari ini. Pendidikan bermutu, yang seharusnya menjadi hak semua anak bangsa, sering kali hanya menjadi milik segelintir orang yang mampu. Sekolah berkualitas, guru profesional, fasilitas lengkap, dan kurikulum yang relevan sering kali hanya ditemukan di kota-kota besar, atau hanya bisa diakses oleh mereka yang punya cukup uang untuk membayar.

Ironis, karena kita hidup di negara yang konon menjunjung tinggi keadilan sosial dan hak setiap warga negara. Namun faktanya, anak-anak dari keluarga miskin harus menghadapi banyak rintangan untuk bisa sekolah, apalagi menikmati pendidikan yang benar-benar bermutu. Mereka harus belajar di ruang kelas yang rusak, dengan jumlah murid yang melebihi kapasitas, buku pelajaran yang terbatas, dan guru yang kurang diberdayakan. Di sisi lain, ada sekolah-sekolah elit dengan AC, fasilitas digital lengkap, bahasa asing sebagai standar komunikasi, dan akses global yang luas. Lalu, siapa sebenarnya yang berhak atas pendidikan bermutu itu?

Ketika pendidikan bermutu hanya menjadi barang mewah, maka jurang kesenjangan akan semakin lebar. Anak-anak dari keluarga mampu akan terus melaju dengan segala keunggulan yang dimilikinya, sementara anak-anak dari kelompok bawah harus berjuang dua kali lebih keras hanya untuk sekadar mengejar ketertinggalan. Ini bukan hanya soal keadilan, tapi juga soal masa depan bangsa. Bagaimana mungkin kita berharap negara ini maju jika sebagian besar rakyatnya tidak diberi kesempatan yang sama untuk berkembang?

Pendidikan bermutu seharusnya tidak hanya untuk mereka yang bisa membayar mahal, tetapi untuk siapa pun yang mau belajar. Mutu pendidikan tidak boleh menjadi hak eksklusif, tapi harus menjadi standar nasional yang bisa dirasakan oleh anak-anak dari Sabang sampai Merauke. Pemerintah punya tanggung jawab besar untuk memastikan hal ini. Anggaran pendidikan bukan hanya soal angka besar, tapi soal keberpihakan: berpihak pada yang lemah, yang terpinggirkan, yang paling membutuhkan.

Sekolah-sekolah di desa harus dibangun dengan semangat yang sama seperti membangun sekolah internasional. Guru-guru di daerah terpencil harus mendapatkan pelatihan yang setara, bahkan mungkin lebih intensif, karena tantangan mereka jauh lebih besar. Anak-anak yang tinggal jauh dari kota harus punya akses internet, buku, dan fasilitas belajar yang memadai. Hanya dengan cara itulah, pendidikan bermutu bisa benar-benar menjadi milik semua.

Pendidikan adalah kunci untuk memutus rantai kemiskinan, mengangkat derajat keluarga, dan membuka jalan ke masa depan yang lebih baik. Maka ketika kita bicara tentang pendidikan bermutu, kita harus bertanya: apakah kita sedang membicarakan impian semua orang, atau hanya milik mereka yang beruntung? Jawabannya akan menentukan ke mana arah bangsa ini akan melangkah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |