Sashi Ananta p
Eduaksi | 2024-12-01 13:40:17
Dalam beberapa tahun terakhir, pinjaman online atau yang lebih akrab disebut pinjol menjadi pilihan banyak mahasiswa untuk memenuhi kebutuhan mereka. Bayar uang kos, beli gadget terbaru, hingga nongkrong di kafe kekinian, semua bisa dilakukan dengan satu klik. Sekilas, pinjol terlihat seperti penyelamat saat keuangan sedang seret. Tapi, benarkah pinjol adalah solusi yang tepat?
Sayangnya, tidak selalu demikian. Pinjol memang menawarkan kemudahan akses tanpa jaminan, tanpa banyak syarat, dan dana bisa langsung cair. Tapi di balik itu, ada bunga tinggi, denda tersembunyi, dan risiko besar yang sering kali diabaikan. Mahasiswa yang awalnya hanya ingin meminjam sedikit uang sering kali terjebak dalam utang yang terus membengkak.
Kasus-kasus tragis pun bermunculan. Salah satu yang sempat menghebohkan adalah seorang mahasiswi di Semarang yang diduga bunuh diri karena terlilit utang pinjol. Ini bukan kasus pertama, dan sayangnya, mungkin bukan yang terakhir. Banyak mahasiswa lain yang mengalami tekanan serupa. Mereka dikejar-kejar penagih utang, merasa terisolasi, hingga kehilangan harapan.
Mengapa pinjol bisa begitu menggoda? Alasannya sederhana: akses yang cepat dan mudah. Berbeda dengan bank yang memiliki banyak persyaratan, pinjol hanya membutuhkan KTP dan data pribadi. Dalam hitungan menit, uang bisa masuk ke rekening. Tapi, bunga yang tinggi bahkan bisa mencapai ratusan persen per tahun menjadi jebakan yang sulit dihindari.
Masalahnya bukan hanya soal uang. Tekanan untuk membayar utang sering kali membuat mahasiswa merasa stres, cemas, bahkan depresi. Beberapa dari mereka merasa malu untuk berbicara tentang masalah ini kepada keluarga atau teman. Akhirnya, mereka menghadapi semuanya sendirian.
Dari sudut pandang Islam, pinjol dengan bunga tinggi jelas bertentangan dengan prinsip syariah. Dalam Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah ayat 275 menyebutkan bahwa riba (bunga) dilarang karena merugikan pihak yang berutang. Riba dianggap sebagai bentuk eksploitasi yang tidak sesuai dengan nilai keadilan. Islam mengajarkan bahwa transaksi keuangan harus dilakukan secara adil, transparan, dan saling menguntungkan.
Pinjol dengan bunga tinggi tidak memenuhi prinsip ini. Sebaliknya, ia sering kali merugikan peminjam, yang akhirnya terjebak dalam lingkaran utang yang sulit diakhiri. Dalam ekonomi Islam, ada alternatif yang lebih adil, seperti mudharabah dan musyarakah. Kedua sistem ini berbasis pada prinsip bagi hasil, di mana risiko dan keuntungan dibagi secara proporsional antara pemodal dan penerima dana.
Selain itu, Islam juga menekankan pentingnya menjaga kesejahteraan sosial. Tekanan yang ditimbulkan oleh utang baik dari penagih utang maupun dari keluarga bisa merusak hubungan sosial dan emosional. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa untuk mencari solusi yang tidak hanya mengatasi masalah keuangan mereka, tetapi juga menjaga keseimbangan mental dan sosial.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan? Pertama, meningkatkan literasi keuangan di kalangan mahasiswa. Mereka perlu memahami bagaimana mengelola uang dengan bijak, membuat anggaran, dan membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Media sosial sering kali memberikan tekanan untuk mengikuti gaya hidup tertentu, tetapi kebahagiaan sejati tidak selalu berasal dari hal-hal materi.
Kedua, membangun kesadaran akan pentingnya perencanaan keuangan yang sehat. Jika ada kebutuhan mendesak, cobalah mencari solusi lain selain pinjol. Bisa dengan bekerja paruh waktu, mencari beasiswa, atau bahkan berdiskusi dengan keluarga untuk mencari bantuan.
Terakhir, jangan ragu untuk mencari dukungan. Masalah keuangan bukanlah sesuatu yang memalukan. Bicarakan dengan teman, keluarga, atau bahkan konselor jika merasa tertekan. Ingatlah bahwa tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan jika kita mau mencari bantuan.
Pinjaman online mungkin terlihat seperti solusi instan, tetapi dalam jangka panjang, ia bisa menjadi beban yang berat. Dengan pemahaman yang baik tentang literasi keuangan dan prinsip keuangan Islam, kita bisa menghindari jebakan ini dan membangun masa depan yang lebih cerah bebas dari utang yang mencekik, dan penuh dengan peluang yang lebih baik.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.