Arin Nabilla Putri UNAIR
Eduaksi | 2025-06-13 12:33:37
Satu, dua, hingga tiga detik. Begitu singkat rasanya potret pemeriksaan rontgen. Orang-orang mengenalnya dengan rontgen, sesuai dengan nama penemu aslinya yakni Wilhelm Conrad Rontgen, yang pertama kali menemukan sinar-X. Hampir mirip dengan fotografi, hanya saja tempatnya di rumah sakit dan dibumbui dengan sentuhan yang agak sangar. Pasien berpose sesuai instruksi radiografer lalu radiografer memotret. Potretnya bukan sembarang potret. Melainkan perlu seni dalam bermain dengan radiasi. Berbicara radiasi, adakah yang pasien korbankan dari satu jepret (dalam bahasa radiologinya adalah expose) x-ray
Sumber gambar: https://www.alodokter.com/rontgen-dada-ketahui-kegunaan-prosedur-dan-risikonya
X-ray atau yang biasa orang-orang kenal sebagai rontgen merupakan salah satu pemeriksaan yang ada di instalasi radiologi diagnostik. Radiologi diagnostik merupakan cabang radiologi yang dimanfaatkan dalam proses penegakan diagnosis dengan memanfaatkan sumber radiasi. X-ray merupakan anggota keluarga dari radiasi pengion. Sifat pengion inilah yang menuntun x-ray dalam menembus jaringan tubuh sehingga dapat menghasilkan suatu citra (atau yang orang-orang kenal sebagai foto) untuk keperluan diagnostik. Foto atau citra ini sungguh ajaib! Bagaimana bisa kita dapat melihat bentuk tulang kita tanpa perlu membedah kulit? Begitulah peran x-ray pada radiologi diagnostik dan revolusinya yang mengubah wajah dunia kedokteran.
Pepatah mengatakan hidup akan selalu bertemu dengan setiap risiko. Demikian pula dengan x-ray. Sifat pengion yang dapat berinteraksi dengan materi atau sel pada manusia, dapat meninggalkan jejak pada tubuh. Seni bermain dengan radiasi, berarti berani pula bermain dengan dosis radiasi. Misalnya satu jepret x-ray pada potret dada meninggalkan jejak dosis radiasi sebesar 0,1 mSv. Oleh karena itu, satu foto rontgen dada setara dengan 10 hari paparan radiasi alami dari lingkungan yakni 0,007 mSv/hari. Namun nyatanya, manusia sudah akrab dengan radiasi. Setiap hari manusia terkena paparan radiasi alam yang berasal dari sumber seperti radon di udara dan air tanah, serta radionuklida alami yang terdapat di tanah dan batuan. Lantas, jika sebetulnya manusia sudah akrab dengan radiasi, apakah pasien betul berkorban untuk setiap pemeriksaan x-ray?
Bagaimanapun peluang buruk dapat terjadi. ICRP (International Commission on Radiological Protection) telah membagi efek radiasi pengion terhadap tubuh manusia yakni efek stokastik dan efek deterministik. Efek deterministik adalah efek yang pasti terjadi terjadi ketika dosis melewati batas ambang, sedangkan efek stokastik munculnya acak meskipun pada dosis rendah. Oleh karena itu, pentingnya proteksi radiasi pada pasien adalah untuk membatasi peluang efek stokastik dan mencegah terjadinya efek deterministik.
Lantas, apa yang harus dilakukan agar pasien tidak banyak berkorban untuk dirinya sendiri? Pasien selalu diupayakan terlindungi. Berdasarkan Perka BAPETEN Nomor 4 Tahun 2020, proteksi radiasi berfokus pada tiga prinsip yakni justifikasi, limitasi, dan optimasi. Justifikasi berkaitan bahwa pasien akan menjalani pemeriksaan x-ray apabila benar-benar dibutuhkan. Prinsip limitasi diartikan bahwa pasien dipastikan tidak menerima dosis di luar batas. Adapun pada prinsip optimisasi, pasien diupayakan menerima dosis seminimal mungkin dengan hasil pemeriksaan semaksimal mungkin. Dalam praktiknya, ketiga prinsip ini diseimbangkan dengan mengatur jarak, waktu, dan pelindung. Oleh karena itu, radiografer juga mengupayakan pemeriksaan x-ray dilakukan satu kali jepretan untuk meminimalisasi dosis yang diterima pasien.
Perka BAPETEN Nomor 4 Tahun 2020 telah mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan proteksi radiasi. Bentuk implementasi proteksi radiasi pada pasien di pelayanan kesehatan pada area radiodiagnostik secara tidak langsung sudah tidak asing dijumpai. Sebelum memasuki ruangan pemeriksaan, pada permukaan pintu telah tertempel adanya poster peringatan dan pemasangan tanda bahaya radiasi. Peringatan ini meliputi larangan ibu hamil memasuki ruangan. Oleh karena itu, pada pemeriksaan wanita, radiografer akan mengecek status kehamilan atau perkiraan hamil. Hal ini dilakukan untuk menghindari risiko buruk yang diterima janin karena janin memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap radiasi. Kemudian, sedikit di atas pintu terpasang lampu peringatan yang akan menyala berwarna merah ketika proses pemeriksaan sedang berlangsung. Bentuk implementasi ini diartikan bahwa tidak sembarang orang dan waktu dapat memasuki instalasi radiologi.
Saat pemeriksaan x-ray berlangsung, pada beberapa jenis pemeriksaan tertentu terdapat pelindungan tambahan untuk pasien. Pada pemeriksaan dada, pasien akan diinstruksikan untuk mengenakan pelindung tiroid. Adapun saat pemeriksaan pada area kaki, pasien akan diinstruksikan untuk mengenakan pelindung gonad. Upaya ini bertujuan untuk meminimalisasi dosis radiasi pada anatomi tubuh yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap radiasi. Meskipun pada hakikatnya pada pasien tidak memiliki nilai pembatas dosis (NBD). Sebagaimana menurut Perka BAPETEN No. 4 Tahun 2013, NBD untuk pekerja radiasi rata-rata 20 mSv per tahun selama 5 tahun dan tidak melebihi 50 mSv dalam satu tahun tertentu. Adapun NBD untuk masyarakat umum adalah 1mSv per tahun, sedangkan pasien tidak memiliki NBD. Hal ini dikarenakan pada pasien memiliki urgensi yang berbeda dengan masyarakat umum. Namun, dalam implementasinya tetap merujuk pada tiga prinsip proteksi radiasi karena upaya ini ditujukan untuk meminimalkan dosis dan efek yang diterima pasien agar pasien tidak berkorban banyak untuk dirinya sendiri.
Sejatinya, x-ray adalah teman yang membantu pasien dalam jalannya proses diagnosis untuk meminimalkan rasa sakit dari tindakan bedah. Bermain dengan radiasi, bukan berarti pasien mengorbankan diri sendiri secara sepenuhnya untuk setiap jepret x-ray. Radiasi dapat menjadi teman pasien selama pasien juga waspada, karena proteksi radiasi bukan hanya menjadi tanggung jawab petugas. Risiko-risiko yang ada dapat diminimalkan dengan adanya pemahaman dan pengetahuan proteksi radiasi. Prinsip proteksi radiasi harus selalu diterapkan untuk meminimalisasi kemungkinan buruk yang ada. Ketaatan dan pemahaman pasien pada instruksi proteksi radiasi adalah kunci dari minimalnya pengorbanan pasien untuk setiap jepret x-ray pada pemeriksaan radiologi diagnostik.
Referensi:
Nugraheni, F., Anisah, F., Susetyo, G. A. 2022. Analisis Efek Radiasi Sinar-X pada Tubuh Manusia. Prosiding SNFA (Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya (pp. 19-25). Universitas Sebelas Maret. https://doi.org/10.20961/prosidingsnfa.v7i0.71950
Perka BAPETEN Nomor 4 Tahun 2013 tentang Proteksi dan Keselamatan Radiasi dalam Pemanfaatan Tenaga Nuklir.
Perka BAPETEN Nomor 4 Tahun 2020 tentang Keselamatan Radiasi pada Penggunaan Pesawat Sinar-X dalam Radiologi Diagnostik dan Intervensional.
Permadi, I. B. 2021. Implementasi Persyaratan Proteksi Radiasi Pada Instalasi Radiologi: STUudi Literatur. Naskah Publikasi: Yogyakarta: Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
Penulis: Arin Nabilla Putri, mahasiswa DIV Teknologi Radiologi Pencitraan – Fak.Vokasi UNAIR
Dosen Pembimbing: Amillia Kartika Sari, S.Tr.Kes, M.T.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.