Saat Pajak Kian Mencekik Kelas Menengah, Mungkinkah Zakat Jadi Solusi?

18 hours ago 5

Image Sandrina Olivia

Ekonomi Syariah | 2025-03-11 15:44:03

Memasuki awal tahun 2025 perekonomian nasional ditandai dengan turunnya daya beli masyarakat. Namun di tengah kondisi penurunan daya beli ini, kebijakan pajak justru dinaikkan. Meskipun pemberlakuan kenaikan pajak 1% pada era Presiden Prabowo hanya untuk barang dan jasa mewah dan bukan barang pokok, masyarakat kelas menengah merasa terbebani. Mereka adalah kelompok yang paling rentan terdorong ke kelas bawah akibat bertambahnya tekanan ekonomi.

Data BPS menyatakan sebanyak 9,48 juta masyarakat kelas menengah telah turun kelas selama lima tahun terakhir. Dengan kenaikan pajak, dikhawatirkan angka tersebut akan bertambah seiring berjalannya waktu. Di sisi lain, zakat sebagai instrumen penting keuangan Islam terus dihimpun dan disalurkan.

Sehingga muncul pertanyaan, apakah zakat solusinya? Jika dikelola dengan baik, zakat bisa menjadi instrumen pemerataan yang lebih adil. Dengan skema yang tepat, masyarakat kelas menengah yang terjebak dalam ketidakpastian ekonomi—terlalu miskin untuk hidup nyaman, tetapi tidak cukup miskin untuk menerima bantuan pemerintah—bisa mendapatkan manfaat nyata dari zakat.

Pajak dan Kelas Menengah

Gambar Kertas Perpajakan (sumber: unsplash.com)

Pajak merupakan aspek utama dalam penerimaan negara. Hampir 80% penerimaan negara berasal dari sektor pajak. Menaikkan pajak berarti menaikkan penerimaan negara sehingga bisa mengurangi defisit anggaran. Namun, kenaikan PPN menjadi 12% memberikan efek pengganda terhadap kenaikan harga sekitar 9-10%. Sehingga masyarakat kelas menengah terbebani karena harus membayar lebih mahal atas barang atau jasa yang dibeli. Hal ini berimplikasi melambatnya pertumbuhan ekonomi akibat daya beli yang kian menyusut. Pemerintah menyatakan kenaikan tarif pajak akan diikuti dengan peningkatan jumlah bantuan sosial. Tentu saja ini sangat membantu kelas bawah. Tapi bagaimana nasib kelas menengah?

Masyarakat kelas menengah sering kali luput dari perhatian pemerintah. Dengan tuntutan kenaikan pajak, mereka harus membayar lebih sebagaimana kelas atas tetapi tidak cukup miskin untuk mendapatkan bantuan sosial pemerintah. Padahal mereka menyumbang paling banyak dalam konsumsi domestik. Jika penurunan ini terus terjadi, menaikan pajak justru kontraproduktif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Zakat dalam Ekonomi Islam

Dalam ekonomi Islam, zakat menjadi instrumen keuangan utama yang berperan menjaga keseimbangan sosial dan ekonomi. Prinsip utama zakat adalah distribusi kekayaan dari mereka yang mampu kepada yang membutuhkan, sehingga zakat dapat mengurangi kesenjangan sosial. Berbeda dengan pajak yang alokasi dananya digunakan untuk keperluan negara, zakat lebih mengkhususkan penerimanya kepada delapan golongan asnaf. Sebagaimana tercantum dalam QS. At Taubah: 60, penerima zakat diantaranya adalah fakir miskin, amil zakat, muallaf, hamba sahaya, orang yang terlilit hutang, dan orang yang sedang berada dalam perjalanan.

Selain dari segi penerimanya, perbedaan zakat dengan pajak yang paling mendasar adalah dari segi kewajiban membayarnya. Zakat diwajibkan bagi seseorang saat hartanya mencapai nisab tertentu, sehingga orang-orang dengan kekayaan tertentu saja yang dikenai zakat. Sementara itu, pajak bersifat umum dan berlaku bagi semua orang. Bahkan masyarakat dengan ekonomi rendah tetap harus membayar pajak saat mengonsumsi barang atau jasa yang dikenakan pajak. Hal ini menunjukkan bahwa zakat lebih berorientasi pada keadilan sosial dibandingkan pajak.

Menurut Ridlo (2014), negara dengan sistem ekonomi Islam menjadikan zakat sebagai salah satu sumber pemasukan negara seperti halnya pajak. Hal ini telah diterapkan oleh khalifah Umar Ibn Khattab pada masa pemerintahannya. Walaupun pajak masih diberlakukan, zakat menjadi prioritas utama di sini. Di Indonesia sendiri, zakat bisa menjadi pengurang pajak penghasilan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto. Terlepas dari itu, PPN tetap wajib dibayarkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana sistem perpajakan saat ini mencerminkan prinsip keadilan bagi masyarakat.

Zakat: Solusi bagi Kelas Menengah di Tengah Beban Pajak

Menurut klasifikasi BPS, kelompok menengah berpenghasilan antara Rp2.040.262 hingga Rp9.909.844 per kapita per bulan. Kenaikan pajak beserta efek penggandanya membuat masyarakat harus membayar lebih mahal untuk barang dan jasa yang mereka konsumsi.

Dengan tambahan tekanan ekonomi ini, banyak masyarakat kelas menengah yang mau tak mau memakan tabungan untuk melangsungkan hidupnya. Tak jarang juga yang meminjam pinjaman online. Masyarakat dari kalangan kelas menengah mendominasi penggunaan layanan pinjol dan tak sedikit yang terlilit hutang karenanya. Oleh karena itu, mereka terpaksa mengurangi pengeluaran untuk kebutuhan pokok demi membayar pinjol. Dalam kasus ini, mereka sudah termasuk golongan gharimin atau orang yang terlilit hutang.

Peran zakat tentulah menjadi solusi bagi mereka yang terlilit hutang karena memang sudah menjadi hak mereka untuk mendapat sebagian dana zakat. Jika hanya mengandalkan pajak yang diolah pemerintah dan disalurkan lagi menjadi bantuan sosial, mereka-mereka ini tidak akan mendapatkannya karena masih tergolong kelas menengah.

Selain itu, dana zakat juga bisa disalurkan sebagai modal usaha untuk memberdayakan masyarakat kelas menengah. Hal ini membantu agar masyarakat kelas menengah di Indonesia tidak turun ke kelas bawah akibat tekanan ekonomi berupa kenaikan pajak. Diharapkan dengan optimalisasi pengelolaan dana zakat dan integrasinya ke dalam sistem perpajakan negara, masyarakat kelas menengah tidak mengalami penurunan status ekonomi, melainkan justru meningkat hingga mampu menjadi pemberi zakat atau muzakki.

Kenaikan pajak semakin menekan kelas menengah yang rentan mengalami penurunan status ekonomi. Sementara itu, zakat hadir sebagai instrumen keuangan Islam yang lebih berkeadilan. Dengan pengelolaan dan integrasi yang optimal dalam sistem perpajakan, zakat berpotensi membantu mengurangi kesenjangan sosial, memberikan dukungan bagi mereka yang terlilit hutang, serta memberdayakan kelas menengah agar tidak jatuh ke kelas bawah, bahkan meningkat menjadi muzakki.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |