REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pendirian Bank Syariah Muhammadiyah (BSM) dinilai sebagai langkah penting untuk memperkuat kemandirian ekonomi umat. Namun, tantangan tata kelola, transformasi digital, dan risiko eksklusivitas masih mengintai.
“Pendirian Bank Syariah Muhammadiyah adalah langkah strategis dan bersejarah dalam mewujudkan kemandirian ekonomi umat berbasis ekosistem sosial-keagamaan,” tegas Ketua Center for Sharia Economic Development (CSED) INDEF Prof Nur Hidayah kepada Republika dikutip Ahad (6/7/2025).
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta itu menilai, Muhammadiyah memiliki modal sosial dan ekonomi yang kuat untuk membangun sistem keuangan syariah secara mandiri. Modal ini berasal dari jaringan 168 perguruan tinggi, sekitar 1.500 rumah sakit dan klinik, ribuan sekolah dan pesantren, serta koperasi dan amal usaha yang tersebar di berbagai daerah.
“Di mana pembiayaan, simpanan, dan transaksi ekonomi umat bisa berlangsung secara lebih mandiri, tidak tergantung pada institusi yang belum tentu sejalan secara ideologis maupun misi,” jelas Nur Hidayah.
Namun, ia menegaskan, pendirian BSM tidak boleh berhenti sebagai simbol identitas. “Tantangannya adalah bagaimana menjadikan BSM bukan hanya simbol identitas, melainkan institusi yang mampu bersaing secara profesional, kompetitif secara digital, dan menjawab kebutuhan umat lintas kelas dan generasi,” tegasnya.
BSM dirancang dengan model awal close-loop menyasar ekosistem internal Muhammadiyah. Strategi ini dinilai efektif untuk menjamin pasar simpanan dan pembiayaan, membangun loyalitas, dan menekan risiko gagal bayar. Tapi, Nur Hidayah memperingatkan, jika tidak dikembangkan menjadi open-loop, bank ini bisa terjebak dalam stagnasi.
“Jika model ini tidak dikembangkan menjadi ekosistem terbuka (open-loop) secara bertahap, maka akan ada risiko besar keterbatasan skalabilitas dan exclusivity trap,” jelasnya.
Bank yang hanya melayani ekosistem sendiri, menurut dia, akan sulit mencapai skala ekonomi, terbatas dalam diversifikasi risiko, dan gagal mendorong inklusi keuangan nasional yang menjadi bagian dari RPJMN dan Strategi Nasional Keuangan Inklusif. Oleh karena itu, strategi hybrid perlu diterapkan.
“Mulai dari close-loop, lalu berkembang ke open-loop, dengan fokus pada segmen underserved di luar ekosistem Muhammadiyah,” jelas Nur Hidayah.
Tantangan lain muncul dari sisi konsolidasi dan tata kelola. Muhammadiyah memiliki lebih dari 10 BPRS di berbagai wilayah dengan kultur, kepemimpinan, dan kapasitas manajemen berbeda. Perbedaan ini bisa menimbulkan konflik kepentingan saat integrasi ke dalam satu bank umum syariah.
“Potensi konflik kepentingan antara otonomi cabang, yayasan pengelola amal usaha, dan kebutuhan integrasi ke dalam satu entitas BUK akan muncul, terutama terkait kepemilikan saham, manajemen, dan arah strategis bank,” kata Nur Hidayah.
Transformasi dari BPRS ke bank umum akan menuntut standardisasi risiko dan IT, peningkatan kompetensi SDM, dan integrasi proses bisnis yang sesuai regulasi OJK. “Jika tidak ditangani dengan good governance framework, fragmentasi ini bisa merusak kepercayaan publik dan membuat bank baru ini sulit berkembang,” tuturnya.
Wakil Ketua Majelis Ekonomi, Bisnis, dan Pariwisata PP Muhammadiyah Mukhaer Pakkanna, memastikan pendirian BSM tidak berasal dari merger seluruh BPRS Muhammadiyah. “Jadi yang diambil itu BPRS-nya Uhamka, ditransformasi menjadi buku 1 dan seterusnya. Itu yang ditransformasi dan sudah disetujui oleh OJK. Satu yang diambil, bukan merger,” jelas Mukhaer.
BPRS lainnya, kata dia, akan masuk sebagai pemegang saham. “BPR lain bisa memegang saham ke bank yang baru. Jadi bukan di-merger, ya. Dia akan melebur,” ujar Mukhaer.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, juga mengonfirmasi bahwa izin operasional BSM akan segera terbit. “Iya sudah (diproses). Iya, kayanya sudah mau keluar (izinnya) ini, nggak lama lagi. Mungkin sebulan ini lah saya kira sudah keluar,” ungkap Dian.
BSM akan dimulai dari transformasi BPRS Uhamka sebagai prototipe, lalu berkembang secara bertahap. “Nanti mudah-mudahan bisa begitu. Nanti mungkin sampai bank umum juga,” jelasnya.
Menurut Nur Hidayah, BSM adalah peluang besar bagi umat. Tapi kesuksesannya bergantung pada konsolidasi tata kelola, transformasi digital, ekspansi strategis di luar ekosistem, dan keterlibatan profesional muda Muhammadiyah yang paham dunia keuangan kontemporer. “Agar BSM bisa menjadi pelopor keuangan syariah yang berkeadilan dan berdaya saing nasional,” pungkasnya.