Perjuangan Nabi Zulkifli

4 days ago 14

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- “Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Zulkifli. Mereka semua termasuk orang-orang yang sabar” (QS al-Anbiya: 85). Alquran tidak menceritakan dengan detail kisah Nabi Zulkifli. Bagaimanapun, para sarjana Muslim merujuk pada pelbagai sumber mengenai sosok utusan Allah SWT itu.

Seperti tampak pada namanya, Nabi Zulkifli diutus kepada masyarakat Kota Kifl yang terletak di tepi Sungai Eufrat, Irak. Dalam bahasa Arab, dzu al-Kifl berarti ‘pemilik Kifl.’ Penanda dzu sering dijumpai pada nama sejumlah tokoh, semisal Dzulqarnain (‘pemilik dua masa’) atau Nabi Yunus AS yang berjulukan Dzun Nun (‘pemilik ikan Nun’).

Pada masanya, Kifl adalah sebuah kota kecil yang berpenduduk sekira 15 ribu jiwa. Nabi Zulkifli membimbing masyarakat setempat. Di sana pula, ia wafat dan jenazahnya dikebumikan.

Pada abad ke-14 M, Sultan Uljaytu menemukan dan merawat makam yang diyakini sebagai kuburan Nabi Zulkifli di Irak. Penguasa Muslim keturunan Genghis Khan itu lalu memugar kompleks tersebut sehingga lebih tampak nuansa Islam. Sebelumnya, kuburan itu diberi judul “Makam Nabi Ezekiel” oleh komunitas Yahudi setempat.

Uniknya, kompleks di Kifl bukanlah satu-satunya tempat yang diyakini sebagai makam Nabi Zulkifli. Ada pula sebuah lokasi lain di Jabal Qasioun, dekat Damaskus, Suriah. Menurut kepercayaan masyarakat lokal, Jabal Qasioun berjulukan “Mihrab 40 Nabi.” Umat di sana juga percaya, situs itu adalah tempat terjadinya peristiwa pembunuhan Habil oleh Qabil.

Lokasi lain yang diyakini sebagai makam Nabi Zulkifli adalah al-Damun. Nama daerah itu bahkan sudah muncul pada sumber-sumber literatur Arab dan Persia kuno. Makam ini ditemukan oleh Nasir Khusraw pada tahun 1047 M.

Ia menulis, "Saya mencapai sebuah gua kecil, berada di Damun, dan diyakini sebagai makam Nabi Zulkifli."

Sosok sang nabi

Nabi Zulkifli disebutkan sebanyak dua kali dalam Alquran, yakni pada surah al-Anbiya ayat ke-85 dan surah Shaad ayat ke-48. Tidak banyak penuturan dari Kitabullah maupun hadis Nabi Muhammad SAW mengenai sosok tersebut.

Ibnu Katsir dalam Qashash Al-Anbiyaa' menuturkan, Nabi Zulkifli merupakan seorang putra Nabi Ayyub AS. Namun, terdapat silang pendapat di kalangan ulama mengenai status Zulkifli.

Ibn Jarir dan Ibnu Najih meriwayatkan dari Mujahid bahwa ia bukanlah seorang nabi, melainkan seorang yang saleh dan hakim yang adil. At-Tabari juga memandang, Zulkifli adalah orang baik dan sabar serta selalu menolong kaumnya betapapun dirinya bukanlah seorang nabi.

Mengenai perdebatan itu, Ibnu Katsir berkata, “Sanjungan Alquran kepada Zulkifli bersamaan dengan para nabi yang lain. 'Hal ini menunjukkan bahwa ia adalah seorang nabi.”

Sebagai anak seorang nabi, Zulkifli pun mewarisi sifat-sifat mulia. Ia digambarkan memiliki karakteristik teguh pendirian, sabar, dan cenderung pada keadilan. Ia pun selalu amanah dan tunai dalam berjanji.

Semula, Zulkifli AS hidup di bawah pemerintahan seorang raja yang bijaksana bernama Ilyasa (Nabi Ilyasa AS). Adapun Ibnu Katsir menyebutnya Raja al-Yasa.

Tibalah masanya Raja al-Yasa berusia lanjut. Adalah harapannya agar pemimpin yang meneruskan takhtanya dapat memimpin dengan adil dan tetap di jalan tauhid. Maka, diadakanlah sayembara.

“Siapakah di antara kalian yang sanggup menerima tiga permintaanku, yakni sanggup berpuasa pada siang hari, shalat pada malam hari, dan berlaku sabar (menahan amarah)?” tanya Raja al-Yasa kepada khalayak.

Tiada seorang pun yang menjawab. Akhirnya, seorang pemuda bernama Basyar mengacungkan tangan. Dengan penuh keyakinan, ia berkata, “Aku sanggup melakukan itu semua, insya Allah.”

Maka, Raja al-Yasa pun menunjuknya sebagai penggantinya. Sejak itulah, pemuda saleh ini dipanggil Zulkifli, yang berarti ‘orang yang sanggup.’

Sebagai seorang raja, Zulkifli AS memimpin dengan adil dan tegas. Tentu saja, ia tidak melalaikan janjinya. Pada waktu malam, dirinya beribadah. Pada waktu siang, puasa dilakukannya. Kemudian, sang nabi pun menjadi hakim yang bijaksana untuk rakyat.

Maka, ia bekerja nyaris tidak kenal waktu. Karena itu, masyarakat merasa puas akan kepemimpinannya. Tiada gejolak politik dan sosial yang berarti pada masanya.

Setan tidak suka akan kondisi ini. Musuh Allah tersebut lalu mencari-cari celah agar Nabi Zulkifli AS lalai dari janjinya. Khususnya pada ihwal sanggup berlaku sabar atau menahan amarah.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |