REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam 5 tahun terakhir menorehkan banyak prestasi di bidang pemberantasan korupsi. Hal tersebut tak lepas dari peran dan keberadaan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) yang berhasil membongkar kasus-kasus korupsi jumbo yang terjadi di berbagai sektor.
Jampidsus-Kejagung mencatatkan rekor pengungkapan korupsi yang merugikan negara setotal Rp 300 triliun di sektor penambangan bijih timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dan sebelum-sebelumnya, Korps Adhyaksa mengungkap kasus-kasus korupsi dengan nilai kerugian negara triliunan, hingga puluhan triliun rupiah. Seperti dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya, PT Asabri, PT Garuda Indonesia, PT Krakatau Steel, PT Waskita Karya, termasuk yang terjadi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), maupun yang melibatkan sektor swasta seperti kasus korupsi pengalihan lahan untuk perkebunan kelapa sawit PT Duta Palma milik terpidana Surya Darmadi alias Apeng di Indragiri Hulu, Riau.
Kiprah positif tim di Jampidsus dalam pengungkapan kasus-kasus korupsi di Tanah Air membuat Kejagung dalam lima tahun terakhir menjadi lembaga degan reputasi sebagai penegak hukum terbaik, dan terpercaya oleh publik. Dari berbagai survei menempatkan tingkat keterpercayaan publik terhadap Kejagung antara 78 sampai 86 persen, jauh melebihi Polri, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dan berbagai prestasi tersebut tak lepas dari peran sosok Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Berikut wawancara Republika dengan Jaksa Agung Burhanuddin terkait dengan masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia:
Menjelang Hari Anti Korupsi Sedunia, apakah Anda sudah puas dengan kinerja Kejaksaan mengungkap berbagai kasus korupsi sejauh ini?
Bahwa penanganan perkara korupsi merupakan salah satu proses pelaksanaan tugas dan fungsi Kejaksaan dalam penegakan hukum. Meskipun demikian, saya sering kali katakan kepada seluruh jajaran untuk tetap selalu mawas diri, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Maksud saya adalah untuk mengevaluasi setiap penanganan perkara, khususnya dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi, sebagai contoh perlu adanya kesepahaman persepsi antarpenegak hukum terkait pembuktian unsur kerugian perekonomian negara.
Penerapan unsur kerugian perekonomian negara harus diterapkan secara konsisten. Sehingga perhitungan kerugian tidak hanya dilihat dari pembukuan maupun perhitungan secara akuntansi, tetapi juga harus mempertimbangkan segala aspek yang diakibatkan dari tindak pidana korupsi tersebut, serta dengan memperhitungkan pengurangan dan kehilangan pendapatan Negara, penurunan nilai investasi, kerusakan infrastruktur, gangguan stabilitas ekonomi dan sosial serta aspek lingkungan.
Sebagai contoh, dalam korupsi di sektor sumber daya alam seperti batu bara, nikel, emas, timah termasuk galian C harus juga memperhitungkan kerugian perekonomian dari aspek kerusakan lingkungannya. Kerugian yang diperhitungkan termasuk hilangnya manfaat akibat rusaknya lingkungan sehingga membutuhkan waktu dan biaya yang mahal untuk mengembalikan lagi kerusakan lingkungan pada kondisi awal. Selain itu, juga termasuk menghilangkan pendapatan masyarakat seperti petani, nelayan, dan perkebunan.
Oleh karena itu, dalam berbagai kesempatan saya menekankan bahwa tindak pidana korupsi tidak hanya dalam konteks pengadaan barang dan jasa atau suap menyuap, tetapi titik beratnya ada pada kerugian keuangan negara dan perekonomian negara yang dapat berdampak luas bagi kehidupan masyarakat. Penegakan hukum khususnya perkara korupsi tidak bisa lagi ditangani dengan cara-cara konvensional sehingga membutuhkan strategi dalam mengungkap kejahatannya khususnya dalam rangka pemulihan kerugian keuangan negara dan perekonomian negara.
Selama ini Anda selalu menyampaikan ketidakpuasan terhadap indeks korupsi di Indonesia. Bagaimana menurut Anda cara memperbaiki indeks tersebut?
Berdasarkan rilis hasil Corruption Perception Index (CPI) Tahun 2024, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia masih stagnan berada di skor 34 dari 100 dan peringkatnya merosot dari peringkat 110 menjadi 115 dari 180 negara yang disurvei. Hal ini terjadi karena tingginya kasus korupsi di Indonesia yang terjadi di berbagai sektor baik di pemerintahan maupun swasta. Dampak dari merosotnya Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia ini akan sangat berpengaruh dengan iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Oleh karena itu, strategi pencegahan korupsi yang paling baik adalah dimulai dari diri sendiri. Komitmen dan kesadaran akan pentingnya menanamkan nilai-nilai kejujuran akan menjaga diri kita dari godaan-godaan berupa jabatan, harta, dan hawa nafsu yang dapat mencoreng nama baik, diri pribadi, keluarga, hingga institusi/lembaga.
Hal penting lainnya adalah bagaimana para pimpinan unit kerja atau instansi dapat menerapkan nilai-nilai anti korupsi sebagai patron kepemimpinan di masing-masing unit kerja atau instansi dalam suatu kerangka kerja sama yang sinergis. Beberapa nilai-nilai anti korupsi yang utama dan perlu dijunjung tinggi adalah integritas, akuntabilitas, transparansi, dan profesionalitas.
Dalam pemberantasan korupsi, menurut anda mana yang lebih efektif, pencegahan atau penindakan?
Menurut saya tindak pidana korupsi sebagai extraordinary crime jelas memerlukan penanganan yang juga extraordinary. Maka, upaya pencegahan dan penindakan harus berjalan beriringan agar pemberantasan tindak pidana korupsi dapat optimal, dan hal yang tidak kalah penting dalam pemberantasan korupsi adalah upaya pemulihan kerugian dari korupsi itu sendiri.
Tindak pidana korupsi merupakan masalah keadilan sosial yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Selain itu, praktik tindak pidana korupsi menyebabkan kerusakan dalam tatanan sistem atau tata kelola terhadap obyek yang dikorupsi itu, sehingga harus diperbaiki. Oleh karenanya, agar optimal maka pemberantasan tindak pidana korupsi harus dilaksanakan secara simultan mulai dari pencegahan, penindakan, sampai dengan pemulihan.