Ini Indeks Inklusi Sosial Indonesia Sepanjang 2024

1 week ago 16

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inklusi sosial adalah sebuah proses dan upaya untuk memberikan kesempatan yang setara bagi setiap individu untuk mendapatkan akomodasi, peluang dan sumber daya, serta berpartisipasi secara bermakna di seluruh dimensi kehidupan, termasuk ekonomi, sosial, budaya, politik, dan lingkungan masyarakat. Inklusi sosial telah menjadi mantra pembangunan yang diyakini dapat mendorong keadilan bagi semua, baik pada proses pembangunan maupun pada capaian/aspirasi pembagunan yang ditetapkan.

Untuk mendukung agenda pembangunan inklusi sosial guna mencapaian visi Indonesia 2045, sebagaimana UU 59/2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dan UU 12/2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, SETARA Institute yang didukung oleh Kemitraan Pemerintah Indonesia-Australia melalui Program INKLUSI, melakukan studi dan pengukuran untuk menyediakan pengetahuan status pembangunan inklusi sosial di Indonesia, sebagai instrumen monitoring, baseline, dan alat ukur kinerja bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dalam memastikan pengutamaan inklusi sosial sebagai kondisi yang hendak dicapai. Menyambut kinerja kepemimpinan nasional baru, Indeks Inklusi Sosial Indonesia 2024 atau IISI 2024 untuk pertama kalinya diluncurkan.

Penyusunan IISI ditujukan untuk mendorong dan mengawal adopsi inklusi sosial dalam perumusan perencanaan pembangunan, kebijakan daerah, dan rencana kerja pemerintah daerah sekaligus memastikan agenda pembangunan yang inklusif, dengan memastikan keterpenuhan hak-hak dasar kelompok rentan, seperti perempuan, penyandang disabilitas, minoritas agama dan kepercayaan, serta masyarakat adat dan kelompok rentan lainnya.

Sebagai studi pengukuran pertama, SETARA Institute mempelajari kondisi inklusi sosial di tingkat nasional dan mempelajari secara lebih detail kondisi inklusi di 22 kota dan 2 kabupaten, yaitu: Kota Ambon, Balikpapan, Bandung, Bengkulu, Blitar, Denpasar, Gunungsitoli, Jakarta Selatan, Kendari, Kupang, Makassar, Padang, Palangkaraya, Palembang, Parepare, Kota Probolinggo, Samarinda, Semarang, Sorong, Tangerang, Tanjungpinang, Ternate, Kabupaten Lombok Timur, dan Kabupaten Probolinggo. Penelitian ini dilakukan pada Agustus 2024-Januari 2025.

Kelompok subjek pembangunan yang di teliti dalam studi inklusi sosial ini adalah perempuan, penyandang disabilitas, kelompok minoritas agama/ kepercayaan, dan kelompok masyarakat adat, dengan menggunakan dua variabel utama: variabel approach/pendekatan/proses dan variabel aspirasional yang menunjuk pada capaian-capaian hak yang harus dicapai dalam suatu pembangunan.

"Variabel approach, terdiri dari 4 indikator: kondisi rekognisi pemerintah terhadap kelompok rentan, upaya pemerintah dalam mendorong resiliensi kelompok rentan, langkah konkret pemerintah dalam meningkatkan partisipasi kelompok rentan dalam pembangunan, serta langkah konkret pemerintah dalam memastikan terwujudnya akomodasi yang layak dan keterjangkauan atau aksesibilitas bagi kelompok rentan agar dapat beraktivitas secara mandiri dan berpartisipasi penuh dan bermakna," papar Sayyidatul Insiyah, Peneliti SETARA Institut, dalam laporannya dikutip pada Jumat (7/3/2025).

Variabel aspirasional, kata dia, menganalisis kualitas capaian pemenuhan hak dengan mengukur pemenuhan tujuh indikator hak: yaitu hak atas kesehatan, hak atas pendidikan, hak atas ekonomi, hak atas keamanan pribadi, hak atas lingkungan yang layak, hak atas kebudayaan, dan hak atas pekerjaan yang layak.

Dengan demikian, pengukuran dalam studi IISI ini menggunakan 2 (dua) variabel dengan 11 (sebelas) indikator, yaitu 7 (tujuh) indikator pada variabel aspirasional dan 4 (empat) indikator pada variabel pendekatan. Selanjutnya 11 (sebelas) indikator tersebut diturunkan ke dalam 39 sub-indikator yang lebih detail untuk memperoleh gambaran utuh capaian inklusi sosial. yang kemudian ditakar dengan menggunakan skala Likert 1-7, yang jika diukur secara kualitatif bermakna 1 untuk Diabaikan (Negligible), 2 Tidak signifikan (Insignificant), 3 Sederhana (Basic), 4 Berkembang (Improving), 5 Terbentuk (Established), 6 Maju (Mature) dan 7 untuk kualifikasi Terdepan (Leading).

Studi IISI 2024 mencatat skor 3,2 untuk kondisi inklusi sosial pada tingkat nasional. Skor yang merupakan rata-rata seluruh variabel-indikator tersebut, menandakan kondisi inklusi sosial pada tingkat nasional berada pada status basic to improving. Status ini menggambarkan bahwa di tingkat nasional terdapat beberapa progresi yang dilakukan oleh pemerintah di tingkat pusat, tapi masih menyisakan berbagai pekerjaan rumah. Skor IISI pada tingkat nasional bukanlah rata-rata skor dari pencapaian pembangunan inklusi sosial di daerah, tetapi dinilai secara terpisah dengan menggunakan sumber data dan kebijakan di tingkat nasional.

Pada variabel aspirasional, IISI yang menggunakan indikator hak atas kesehatan, pendidikan, hak atas ekonomi, keamanan pribadi, lingkungan yang layak, hak atas kebudayaan dan hak atas pekerjaan yang layak, hanya membukukan skor 3.3 sebagaimana tren umum capaian pemajuan HAM, di banyak laporan HAM.

Sementara skor pada variabel pendekatan dengan 4 indikator utama: rekognisi, partisipasi, resiliensi dan akomodasi pada 4 subyek penelitain ini, yakni perempuan, disabilitas, minoritas agama dan masyarakat adat, adalah 3,2 yang disumbang dari capaian skor pada kelompok perempuan dengan skor 3,9 dan pada penyandang disabilitas dengan skor 3.7. Pada sektor masyarakat adat skor pada variabel pendekatan tercatat hanya 1,7, yang berarti dalam status negligible (diabaikan) menuju insignificant (tidak signifikan).

"Secara akumulatif, skor rata-rata di 24 daerah, pada variabel aspirasional dan variabel pendekatan adalah 3.3 yang berarti berada pada status basic to improving. Akumulasi skor daerah ini lebih tinggi 0.1 dibandingkan skor nasional yang memiliki rata-rata 3.2. Skor rata-rata daerah diambil dari 24 daerah penelitian dan tidak menggambarkan rata-rata daerah secara general di Indonesia," ujar dia.

Skor akumulatif Indeks Inklusi Sosial di Daerah pada variabel aspirasional rata-rata untuk kelompok perempuan adalah 3.3, bagi penyandang disabilitas 3.0, bagi minoritas agama/kepercayaan 3,4. dan bagi masyarakat adat berada pada skor 3.3. Secara umum, capaian variabel aspirasional yang menggambarkan ketercapaian hak-hak dasar 4 kelompok masyarakat yang menjadi subyek penelitian ini tidak jauh berbeda.

Sementara, pada variabel pedekatan, yang menggambarkan bagaiamana proses pembangunan dijalankan secara inklusif, angka skor tidak jauh berbeda. Skor 3,5 untuk perempuan, skor 3.1 untuk penyandang disabilitas, skor 3.5 untuk kelompok minoritas agama dan kepercayaan, dan skor 3.3 untuk masyarakat adat.

Sekalipun skor daerah dan skor nasional sama-sama berada pada status basic to improving, namun lebih rendahnya skor rata-rata nasional dibandingkan skor daerah menandakan bahwa agenda pembangunan inklusi sosial yang menjadi komitmen pemerintah pusat justru belum sepenuhnya diartikulasikan secara optimal oleh pemangku kepentingan di tingkat nasional. "Sementara dari sigi ke 24 daerah, daerah-daerah mulai bergegas dalam membangun ekosistem yang kondusif terhadap kelompok rentan menuju inklusi sosial lebih established," ujar dia.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |